Mitra Donasi Dakwah

Foto saya
Yogyakarta, D.I.Yogyakarta, Indonesia
Salurkan Zakat Infaq dan Shodaqoh anda melalui LAZISMU BATURETNO, Insya Allah akan bermanfaat untuk Santunan Anak Yatim, Santunan Dhu'afa', Santunan Pendidikan, Anak asuh, Pemeriksaan Gratis, Mobil Layanan Masyarakat, Pendampingan Usaha, dll, kontak kami di 02746609939,081805266770. Rekening Bank Syariah Mandiri Yogyakarta No. 7044479499 a.n. Yanu Milanti atau BMT Banguntapan No. Rek. 111000258. Sekarang sedang bekerjasama dengan Ranting 'Aisyiyah Baturetno mendirikan PAUD 'Aisyiyah Ceria.

PEMIKIRAN TASAWUF AL HALLAJ

A. PENDAHULUAN
Tasawuf merupakan khasanah keilmuan Islam yang muncul dan berkembang kemudian. Istilah tasawuf belum dikenal pada zaman Rosulullah, meskipun praktek keagamaan yang menjadi embrio telah ada dan dicontohkan Rosul. Kisah Muhammad muda bertahannus di Goa Hira’ adalah contoh perilaku tasawuf yang dilakukan oleh Muhammad remaja . Tasawuf sendiri merupakan ilmu yang membahas tentang pendekatan diri manusia kepada Allah melalui penyucian ruhani. Tujuannya adalah mendekatkan diri sedekat dekatnya kepada Allah sampai ia mampu melihat Nya dengan mata hati atau (bahkan) dalam tingkat yang ekstrim, seorang sufi memberikan pengakuan, mampu menyatu dengan Nya. Landasan filsafat tentang ini adalah: pertama, Allah itu bersifat Ruhani. Oleh karena itu bagian dari diri manusia yang mampu mendekati Allah adalah ruh, bukan jasad. Kedua, Allah itu Maha Suci sehingga Ia tidak dapat didekati kecuali dengan penyucian ruh . Sehingga tasawuf dapat didefinisikan sebagai usaha penyucian ruh untuk mendekatkan diri pada Allah.
Berkaitan dengan asal usul kata sufi dan tasawuf terdapat beberapa pendapat, yaitu :
1. Safa yang berarti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan benar, seorang sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama salat dan puasa.
2. Shaff (baris). Yang dimaksud shaff di sini adalah baris dalam shalat di masjid. Biasanya shaff pertama di masjid diisi oleh orang orang yang lebih awal datang dan membaca al Quran. Meraka berusaha mensucikan diri mereka dengan aktifitas tersebut.
3. Ahlus Suffah. Mereka adalah para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia. Demikianlah sifat dan kehidupan kaum sufi.
4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmah atau kebijaksanaan. Seorang yang menekuni tasawuf adalah orang yang memiliki hikmah dan kebijaksanaan tersebut. Pendapat ini tidak banyak diikuti dan cenderung ditolak.
5. Suf (kain wol). Dalam catatan sejarah, seseorang yang hendak menekuni jalan tasawuf hendaklah berperilaku sederhana dan meninggalkan kemewahan dunia. Karena itu mereka banyak mengganti pakaiannya dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan.
Pendapat yang terakhir ini paling populer di antara pendapat pendapat yang lain.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pun lebih cendering kepada pendapat ini . Namun, Ibnu Taimiyah memberikan catatan penting yang patut direnungkan. Ia mengingatkan bahwa mengenakan model pakaian tertentu (seperti yang terbuat dari bulu domba) sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai tanda atau bukti kewalian seseorang. Ia mengatakan,“Para wali Allah sama sekali tidak memiliki ciri yang menjadi kekhasan mereka secara lahiriah dari hal-hal yang mubah. Mereka tidak menjadi beda dengan mengenakan model pakaian tertentu lalu meninggalkan model yang lain, selama keduanya adalah perkara yang mubah.”
Dalam Islam, perilaku tasawuf disitir oleh Rosulullah dengan batasan tertentu. Ini beliau sampaikan dalam sabdanya:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدّ (رواه البخاري)
“Barang siapa membuat buat hal baru berkaitan dengan urusanku, maka dia itu tertolak” (H.R. Bukhari)
Artinya, upaya penyucian jiwa sebagaimana diajarkan dalam tasawuf tetap tidak diizinkan sampai membuat ajaran baru yang bersifat tambahan, pengurangan atau perubahan dari tata cara beribadah yang telah ditetapkan Allah melalui rosul Nya.

Dalam perkembangan kemudian, tasawuf sering menjadi polemik dalam masyarakat Islam. Pertama karena tasawuf dianggap tidak memiliki referensi yang murni dari Islam. Mereka menganggap tasawuf muncul karena pengarus interaksi umat Islam dengan berbagai kebudayaan lain hingga membawa pengaruh ke dalam tradisi Islam. Kedua, karena para sufi seringkali menampilkan perilaku yang dianggap aneh hingga mendekati penyimpangan syari’at atau bahkan kemusyrikan. Hal ini karena pengalaman tasawwuf adalah pengalaman spiritual seseorang yang bersifat pribadi dan sulit digeneralisir. Hal ini sangatlah wajar karena orang lain hanya mampu melihat yang tampak saja tanpa mengetahui dinamika spiritual yang terdapat dalam diri masing masing sufi. Termasuk perlakuan terhadap mereka yang kemudian terkesan “sadis” juga dapat dipahami sebagai ekspresi kekhawatiran akan keselamatan agama serta cara beragama umat Islam pada umumnya. Artinya khasanah tasawuf yang kadang kontroversial dalam masyarakat Islam dapat diterima sebagai proses dinamis umat mencapai kesempurnaannya, yang dalam khasanah Muhammadiyah sering dikatakan dengan masyarakat Islam sebenar benarnya.
Salah seorang sufi yang dalam sejarah dinilai kontroversial karena pemikiran pemikirannya adalah Husain ibn Mansur al-Hallaj atau biasa disebut dengan Al-Hallaj saja. Ia dinilai kontroversial karena pengakuannya sebagai al Haqq (Sang Kebenaran) yang sesungguhnya hanya pantas disandangkan untuk Allah SWT. Membicarakan sejarah Al-Hallaj ini menjadi penting dilakukan karena: pertama, Al-Hallaj Merupakan tokoh sufi yang banyak memiliki pengikut dan mempengaruhi cara beragama umat. Pada masanya, ketasawufannya sempat menjadikan gejolak yang serius, hingga akhirnya ia meninggal dengan cara yang sangat tragis di tangan penguasa. Kedua, ia menjadi salah satu corak sufi yang tidak hanya muncul di zaman sebelum abad pertengahan saja (masa hidup al Hallaj) tetapi juga zaman setelahnya di tempat yang berbeda, seperti kisah Syaikh Siti Jenar di Indonesia atau mungkin Siti Jenar Siti Jenar lain di banyak tempat. Mengkaji al Hallaj perlu untuk memahami salah satu proses beragama sesosok manusia untuk dijadikan referensi kehidupan. Di balik kontroversialannya tentu ada pelajaran hidup yang dapat dipetik.

B. BIOGRAFI SINGKAT AL HALLAJ
Husain ibn Mansur al-Hallaj atau biasa disebut dengan Al-Hallaj adalah salah seorang ulama sufi yang dilahirkan di kota Thur yang terletak Iran sebelah Barat Daya pada tahun 244 H bertepatan dengan 857 M . Versi lain mengatakan ia lahir tanggal 26 Maret 866M dan meninggal dalam hukuman pada tahun 922 M . Ia merupakan seorang keturunan Persia. Kakeknya adalah seorang penganut Zoroaster dan ayahnya memeluk islam. Al-Hallaj merupakan syekh sufi abad ke-9 dan ke-10 masehi yang paling terkenal. Ia terkenal karena berkata: "Akulah Kebenaran", ucapannya itulah yang menjadikannya kontroversial dan akhirnya dijatuhi hukuman mati dengan cara yang brutal.
Ketika al-Hallaj masih kanak-kanak, ayahnya, seorang penggaru kapas (penggaru adalah seorang yang bekerja menyisir dan memisahkan kapas dari bijinya). Bepergian bolak-balik antara Baidhah, Wasith, sebuah kota dekat Ahwaz dan Tustar. Dipandang sebagai pusat tekstil pada masa itu, kota-kota ini terletak di tapal batas bagian barat Iran, dekat dengan pusat-pusat penting seperti Bagdad, Bashrah, dan Kufah. Pada masa itu, orang-orang Arab menguasai kawasan ini, dan kepindahan keluarganya berarti mencabut, sampai batas tertentu, akar budaya al-Hallaj .
Di usia sangat muda, ia mulai mempelajari tata bahasa Arab, membaca Al-Qur'an dan tafsir serta teologi. Ketika berusia 16 tahun, ia merampungkan studinya, tapi merasakan kebutuhan untuk menginternalisasikan apa yang telah dipelajarinya. Seorang pamannya bercerita kepadanya tentang Sahl at-Tustari, seorang sufi berani dan independen yang menurut hemat pamannya, menyebarkan ruh hakiki Islam. Sahl adalah seorang sufi yang mempunyai kedudukan spiritual tinggi dan terkenal karena tafsir Al-Qur'annya. Ia mengamalkan secara ketat tradisi Nabi dan praktek-praktek kezuhudan keras semisal puasa dan shalat sunnat sekitar empat ratus rakaat sehari. Al-Hallaj pindah ke Tustar untuk berkhidmat dan mengabdi kepada sufi ini. Dua tahun kemudian, al-Hallaj tiba-tiba meninggalkan Sahl dan pindah ke Bashrah. Di Bashrah, ia berjumpa dengan Amr al-Makki yang secara formal mentahbiskannya dalam tasawuf. Amr adalah murid Junaid, seorang sufi paling berpengaruh saat itu. Al-Hallaj bergaul dengn Amr selama delapan belas bulan. Akhirnya ia meninggalkan Amr juga .
Pada tahun 892 M, Al-Hallaj memutuskan untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah. Kaum Muslimin diwajibkan menunaikan ibadah ini sekurang-kurangnya sekali selama hidup (bagi mereka yang mampu). Namun ibadah haji yang dilakukan al-Hallaj tidaklah biasa, melainkan berlangsung selama setahun penuh, dan setiap hari dihabiskannya dengan puasa dari siang hingga malam hari. Tujuan al-Hallaj melakukan praktek kezuhudan keras seperti ini adalah menyucikan hatinya menundukkannya kepada Kehendak Ilahi sedemikian rupa agar dirinya benar-benar sepenuhnya diliputi oleh Allah. Ia pulang dari menunaikan ibadah haji dengan membawa pikiran-pikiran baru tentang berbagai topik seperti inspirasi Ilahi, dan ia membahas pikiran-pikiran ini dengan para sufi lainnya. Diantaranya adalah Amr al-Makki dan juga Junaid .
Usai membahas pemikirannya dengan sufi-sufi lain, banyak reaksi baik positif maupun negatif yang diterima oleh Al-Hajjaj yang kemudian memberinya keputusan untuk kembali ke Bashrah. Ketika al-Hallaj kembali ke Bashrah, ia memulai mengajar, memberi kuliah, dan menarik sejumlah besar murid. Namun pikiran-pikirannya bertentangan dengan ayah mertuanya. Walhasil, hubungan merekapun memburuk, dan ayah mertuanya sama sekali tidak mau mengakuinya. Ia pun kembali ke Tustar, bersama dengan istri dan adik iparnya, yang masih setia kepadanya. Di Tustar ia terus mengajar dan meraih keberhasilan gemilang. Akan tetapi, Amr al-Makki yang tidak bisa melupakan konflik mereka, mengirimkan surat kepada orang-orang terkemuka di Ahwaz dengan menuduh dan menjelek-jelekkan nama al-Hallaj, situasinya makin memburuk sehingga al-Hallaj memutuskan untuk menjauhkan diri dan tidak lagi bergaul dengan kaum sufi. Sebaliknya ia malah terjun dalam kancah hingar-bingar dan hiruk-pikuk duniawi .
Al-Hallaj meninggalkan jubah sufi selama beberapa tahun, tapi tetap terus mencari Tuhan. Pada 899 M, ia berangkat mengadakan pengembaraan apostolik pertamanya ke batasan timur laut negeri itu, kemudian menuju selatan, dan akhirnya kembali lagi ke Ahwaz pada 902 M. Dalam perjalanannya, ia berjumpa dengan guru-guru spiritual dari berbagai macam tradisi di antaranya, Zoroastrianisme dan Manicheanisme. Ia juga mengenal dan akrab dengan berbagai terminologi yang mereka gunakan, yang kemudian digunakannya dalam karya-karyanya belakangan. Ketika ia tiba kembali di Tustar, ia mulai lagi mengajar dan memberikan kuliah. Ia berceramah tentang berbagai rahasia alam semesta dan tentang apa yang terbersit dalam hati jamaahnya. Akibatnya ia dijuluki Hallaj al-Asrar (kata Asrar bisa bermakna rahasia atau kalbu. Jadi al-Hallaj adalah sang penggaru segenap rahasia atau Kalbu, karena Hallaj berarti seorang penggaru) ia menarik sejumlah besar pengikut, namun kata-katanya yang tidak lazim didengar itu membuat sejumlah ulama tertentu takut, dan ia pun dituduh sebagai dukun.
Setahun kemudian, ia menunaikan ibadah haji kedua. Kali ini ia menunaikan ibadah haji sebagai seorang guru disertai empat ratus pengikutnya. Sesudah melakukan perjalanan ini, ia memutuskan meninggalkan Tustar untuk selamanya dan bermukim di Baghdad, tempat tinggal sejumlah sufi terkenal, ia bersahabat dengan dua diantaranya mereka, Nuri dan Syibli .
Pada 906 M, ia memutuskan untuk mengemban tugas mengislamkan orang-orang Turki dan orang-orang kafir. Ia berlayar menuju India selatan, pergi keperbatasan utara wilayah Islam, dan kemudian kembali ke Bagdad. Perjalanan ini berlangsung selama enam tahun dan semakin membuatnya terkenal di setiap tempat yang dikunjunginya. Jumlah pengikutnya makin bertambah.
Tahun 913 M adalah titik balik bagi karya spiritualnya. Pada 912 M ia pergi menunaikan ibadah haji untuk ketiga kalinya dan terakhir kali, yang berlangsung selama dua tahun, dan berakhir dengan diraihnya kesadaran tentang Kebenaran. Di akhir 913 M inilah ia merasa bahwa hijab-hijab ilusi telah terangkat dan tersingkap, yang menyebabkan dirinya bertatap muka dengan sang Kebenaran (Al-Haqq). Di saat inilah ia mengucapkan, "Akulah Kebenaran" (Ana Al-Haqq) dalam keadaan ekstase. Perjumpaan ini membangkitkan dalam dirinya keinginan dan hasrat untuk menyaksikan cinta Allah pada menusia dengan menjadi "hewan kurban". Ia rela dihukum bukan hanya demi dosa-dosa yang dilakukan setiap muslim, melainkan juga demi dosa-dosa segenap manusia .
Di jalan-jalan kota Baghdad, dipasar, dan di masjid-masjid, seruan aneh pun terdengar: "Wahai kaum muslimin, bantulah aku! Selamatkan aku dari Allah! Wahai manusia, Allah telah menghalalkanmu untuk menumpahkan darahku, bunuhlah aku, kalian semua bakal memperoleh pahala, dan aku akan datang dengan suka rela. Aku ingin si terkutuk ini (menunjuk pada dirinya sendiri) dibunuh." Kemudian, al-Hallaj berpaling pada Allah seraya berseru, "Ampunilah mereka, tapi hukumlah aku atas dosa-dosa mereka."
Tetapi, kata-kata ini justru mengilhami orang-orang untuk menuntut adanya perbaikan dalam kehidupan dan masyarakat mereka. Lingkungan sosial dan politik waktu itu menimbulkan banyak ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Orang banyak menuntut agar khalifah menegakkan kewajiban yang diembannya. Sementara itu, yang lain menuntut adanya pembaruan dan perubahan dalam masyarakat sendiri.
Tak pelak lagi, al-Hallaj pun punya banyak sahabat dan musuh di dalam maupun di luar istana khalifah. Para pemimpin oposisi, yang kebanyakan adalah murid al-Hallaj, memandangnya sebagai Imam Mahdi atau juru selamat. Para pendukungnya di kalangan pemerintahan melindunginya sedemikian rupa sehingga ia bisa membantu mengadakan pembaruan sosial.
Pada akhirnya, keberpihakan al Hallaj berikut pandangan-pandangannya tentang agama, menyebabkan dirinya berada dalam posisi berseberangan dengan kelas penguasa. Pada 918 M, ia diawasi, dan pada 923 M ia ditangkap. Al-Hallaj dipenjara selama hampir sembilan tahun. Selama itu ia terjebak dalam baku sengketa antara segenap sahabat dan musuhnya. Serangkaian pemberontakan dan kudeta pun meletus di Baghdad. Ia dan sahabat-sahabatnya disalahkan dan dituduh sebagai penghasut. Berbagai peristiwa ini menimbulkan pergulatan kekuasaan yang keras di kalangan istana khalifah. Akhirnya, wazir khalifah, musuh bebuyutan al-Hallaj berada di atas angin, sebagai unjuk kekuasaan atas musuh-musuhnya ia menjatuhkan hukuman mati atas al-Hallaj dan memerintahkan agar ia dieksekusi.
Akhirnya, al-Hallaj disiksa di hadapan orang banyak dan dihukum di atas tiang gantungan dengan kaki dan tangannya terpotong. Kepalanya dipenggal sehari kemudian dan sang wazir sendiri hadir dalam peristiwa itu. Sesudah kepalanya terpenggal, tubuhnya disiram minyak dan dibakar. Debunya kemudian dibawa ke menara di tepi sungai Tigris dan diterpa angin serta hanyut di sungai itu .

C. PRINSIP PEMIKIRAN TASAWUF AL HALLAJ
Pada dasarnya al Hallaj adalah sama dengan para sufi lainnya. Ia berusaha mensucikan dirinya dari berbagai hal yang bersifat duniawi dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Proses yang ia jalani pun secara umum sama, hanya memang untuk sama persis tentu sebuah kemustahilan. Ia melakukan perjalanan spiritual yang panjang untuk menemukan Sang Kebenaran. Pergulatannya yang panjang dalam dunia tasawuf sejak masa mudanya tersebut telah membuatnya berkesimpulan tentang tujuan hidup yang hakiki. Al Hallaj menjadi sufi yang sangat zuhud. Dalam sejaran dikisahkan bahwa ia menjalankan ibadah haji yang pertama lebih dari para jamaah haji yang lain. Selama satu tahun kehidupannya di Makah untuk ibadah haji tersebut, waktunya ia habiskan untuk berpuasa siang hingga malamnya. Hal tersebut dilakukannya demi mensucikan dirinya dari ego kemanusiaan atau hawa nafsu keduniaan untuk meraih cinta sejati kepada Allah SWT . Setelah ibadah hajinya yang ketiga, karakter sufi al Hallaj semakin tampak. Ia meyakini doktrin yang berbeda dari yang lain, doktrin inilah yang membuatnya kontroversial dan membuatnya mendapatkan banyak kawan sekaligus musuh. Ia berprinsip bahwa tujuan akhir dari sebuah pencarian kebenaran, baik untuk para sufi maupun semua makhluk, adalah bersatu dengan Tuhan . Dari sanalah al Hallaj mengatakan انا الحق atau “Akulah Kebenaran”. Dalam doktrin ajaran Islam yang dipahami para ulama’ pada umumnya, al Haq adalah nama Allah atau Allah itu sendiri. Pengakuannya sebagai al Haq menjadi ketidaklaziman dan dianggap sebagai sebuah penyimpangan yang membahayakan aqidah umat Islam. Itulah kemudian yang menjadi kekhususan al Hallaj dibandingkan banyak sufi yang lain. Selain doktrin yang demikian populer tersebut al Hallaj juga berpandangan bahwa seorang sufi tetap memiliki keharusan untuk memperbaiki masyarakat .
Bagaimana Al Hallaj sampai memiliki doktrin ini?
Kepastian alasan mengapa al Hallaj demikian memang tidak ada yang mengetahui. Pengalaman dia bersifat sangat pribadi dan sulit dipahami serta tidak dapat digeneralisir. Sebagaimana dengan para sufi yang lain ia menjalani ritual agama dengan tingkat keseriusan yang tinggi. Seperti contoh puasa setiap hari selama satu tahun menjalankan ibadah haji di Makah adalah salah satunya di antara aktifitas peribadatannya yang lain. Hal semacam ini tentu memberikannya pengalaman tersendiri yang sekali lagi tidak mudah dipahami. Namun demikian, bagaimanapun al Hallaj adalah manusia biasa yang kepadanya juga berlaku hukum hukum sunatullah sebagaimana umunya manusia. Mengutip salah seorang tokoh psikologi William Stern bahwa manusia itu senantiasa dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan .
Sekedar sebagai perbandingan, sufisme dengan masing masing tokohnya memang menampilkan wajah spiritual yang menarik namun sulit dipahami. Katakanlah sosok Rabiah al Adawiyah. Pengalaman batinnya yang tidak selalu dapat dilalui orang lain membawanya pada kesempurnaan ruhani dengan kecintaan yang tulus kepada Allah tanpa pamrih apapun. Kisah yang menarik dari Rabiah adalah ketidakmauannya menikah karena takut mengurangi cintanya kepada Allah.
Kembali pada al Hallaj, perjalanannya yang panjang dan bertemu berbagai macam orang sekaligus guru tentu memberikan pengaruh yang besar disamping kecerdasan dan tekadnya yang besar dalam usaha mensucikan diri dan mendekatkan dirinya kepada Allah. Tercatat dalam sejarahnya ia sempat berguru pada seorang sufi Sahl at-Tustari, seorang sufi yang berani dan independen. Sahl terkenal sebagai mufassir dan mengamal secara ketat berbagai tradisi nabi disertai dengan praktek zuhud yang luar biasa, seperti puasa dan shalat sunat sekitar empat ratus rakaat sehari . Selain itu beberapa gurunya yang lain adalah Amr al-Makki dan gurunya Junaid. Keduanya adalah sufi yang masyhur di masa itu. Pertemuannya dengan Junaid disebabkan konflik yang terjadi antara dia dengan gurunya, Amr. Sementara dikemudian hari ia juga berkonflik dengan Junaid karena perbedaan pandangan mengenai harus tidaknya sufi ikut memperbaiki masyarakat. Tampaknya al Hallaj adalah seorang yang keras hati, sehingga ia sering memiliki konflik dengan para gurunya yang akhirnya memutus hubungan silaturahim mereka. Bahkan tidak hanya dengan gurunya, dengan ayah mertuanya pun dikisahkan juga memiliki konflik. Deretan konflik inilah yang barangkali membuat kehidupannya tidak selalu mapan dan sering berpindah pindah. Sampai suatu saat tercatat Amr al Makki yang pernah menjadi gurunya menyiarkan berita berita yang menjelekkannya di publik . Mungkin kondisi ini menggoncang jiwanya, hingga ia melepaskan “jubah” sufinya dan menjalani kehidupan sebagaimana manusia pada umumnya dengan tetap mensyiarkan ajaran ajaran spiritual . Pada kondisi ini al Hallaj membangun relasi baru dengan Muhammad Zakariya ar Razi atau terkenal dengan filosof ar Razi, juga seorang reformer sosialis bernama Abu Sa’ad al Jannabi serta Hasan bin Ali Ad Tawdi . Selain dengan mereka, selama ia memisahkan diri dari pergaulan dengan kaum sufi dan melakukan pengembaraan apostolik ia bertemu dengan banyak guru spiritual dari berbagai macam tradisi, seperti Zoroastrianisme dan Manicheanisme . Pergumulannya dengan berbagai macam orang ini akhirnya menemukan titik aliknya setelah al Hallaj menunaikan ibadah hajinya yang ketiga yang ia lakukan selama dua tahun. Dia kembali menjadi seorang sufi yang mengenalkan diri dengan Sang Kebenaran.
Dari uraian ini dapat dipahami bahwa proses pergulatan spiritual seorang al Hallaj cukup panjang. Kejiwaannya dinamis merespon setiap kejadian yang menimpanya. Perjalanannya yang penuh konflik dengan para guru dan mertuanya serta berbagai pengalaman spiritual dalam kezuhudannya bermuara pada ektase (fana’) dan pengakuan pada انا الحق atau “Akulah Kebenaran”. Bagaimanapun, corak keagamaan al Hallaj yang menjadi sufi “Kebenaran” tidak dapat dilepaskan dengan para gurunya. Sudah barang tentu mereka memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan spiritualitasnya. Disamping itu perjumpaannya dengan berbagai pemikiran lain dari para filosof, tokoh agama lain dan berbagai kejadian membuat dirinya memilih jalan sufisme yang “sempurna”, dengan bukti ia merasa mampu menyatu dengan Tuhannya.

D. PERKEMBANGAN UMUM PEMIKIRAN TASAWUF DI MASA AL HALLAJ
Al Hallaj hidup di Abad 9 sampai dengan 10 Masehi. Ia hidup di masa dua kekholifahan besar, Abbasiyah di Baghdad dan Ummayah di Andalusia. Hidupnya antara tahun 857 s.d. 922 M berada pada masa kepemimpinan Abbasiyah dibawah pengaruh Turki untuk yang pertama. Tepatnya saat itu kekholifahan dipegang oleh Kholifah al Mutawakkil. Bersamaan dengan perkembangan kekhilafahan Islam Bani Umayah di Andalusia untuk periode pertama yang bergelar Emir. Pada masa kehidupan al Hallaj ini peradaban Islam telah menikmati masa keemasannya. Meskipun catatan sejarah sering mengatakan bahwa puncak kemajuan pada masa Kholifah Harun al Rasyid dan Kholifah al Makmun tetapi hasil kemajuannya masih terus berkembang hingga beberapa kholifah setelahnya hingga akhirnya nanti memasuki masa kemunduran. Saat itulah peradaban Islam secara intensif berinteraksi dengan berbagai peradaban lain melalui kebijakan penerjemahan berbagai buku dari luar Arab ke dalam Bahasa Arab. Termasuk pula buku buku filsafat Yunani. Singkat kata al Hallaj hidup di masa kekuasaan Islam berada pada zaman kemajuan, penuh dengan suasana keilmuan yang tinggi. Saat dimana negeri muslim menjadi kiblat peradaban dunia. Dapat dipahami bahwa pada suasana semacam ini al Hallaj dihadapkan pada beberapa hal yang dapat mempengaruhi pemikirannya. Pertama, kemajuan Islam dalam ilmu pengetahuan dan filsafat memungkinkannya dapat dengan mudah berinteraksi dengan berbagai macam pemikiran dari berbagai khasanah keilmuan. Kedua, Kemajuan peradaban yang dibangun Abbasiyah membawa pada ketercukupan secara materi dan kemewahan yang mulai muncul dan menggejala sebagaimana sebuah siklus peradaban setelah sampai pada puncak kemajuannya . Pada saat munculnya titik ekstrim kemewahan duniawi biasanya kemudian disusul dengan titik ekstrim yang lain sebagai anti kemewahan. Pada situasi seperti inilah tasawuf berkembang pesat. Meskipun bukan satu satunya sebab berkembangnya tasawuf, kemewahan hidup yang menggejala ditingkat penguasa dan golongan kaya memberikan dorongan yang kuat mengembangkan tasawuf. Kejenuhan dengan kehidupan materi memunculkan perasaan haus akan spiritualitas. Tasawuf kemudian hadir memberikan itu dan menjadi penyeimbang yang baik. Diantara para tokoh tasawuf yang populer pada abad ke-10 dan 11 M adalah Bayazid al-Bhistami, Niffari, Sahl al-Tustari, Mansur al-Hallaj, Junaid al-Baghdadi dan lain-lain . Mereka berkembang beriringan dengan perkembangan filsafat yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah penguasa.
Pengaruh pemikiran Tasawuf al Hallaj. Al Hallaj adalah salah satu penggiat tasawuf yang masyhur. Kezuhudannya yang membawanya mengetahui banyak hal membuatnya masyhur dan memiliki banyak pengikut. Ia juga dijuluki Hallaj al Asror karena mampu mengetahui banyak rahasia Ilahi . Sampailah kemudian ia mengaku sebagai al Haq. Yang menarik adalah kemudian adalah pernyataan pernyataanya yang aneh seputar keinginannya mengorbankan diri demi menyelamatkan umat manusia, seperti kisah Yesus dalam Kristen, justru seperti memberi inspirasi rakyat menuntut perbaikan kehidupan dan masyarakat kepada pemerintah penguasa. Mereka menuntut pemerintah dapat menjalankan amanah Allah dan Islam dalam menjalankan kepemimpinan. Banyak muridnya yang menjadi oposisi pemerintah dan menganggap al Hallaj sebagai juru selamat. Akhirnya, al Hallaj tidak dapat menghindarkan diri berposisi sebagai oposisi bagi penguasa. Konflik pemikiran Tasawuf al Hallaj dan Penguasa sesungguhnya sudah dapat di duga. Pertama, Konflik konflik politik yang demikian terang benderang di mata rakyat telah menjadikan rakyat rindu akan suasana yang damai dan menenangkan. Dalam suasana politik yang panas, tasawuf datang memberikan kritik terhadap penguasa yang dipandang jauh dari nilai luhur agama. Ego manusia dan kekuasaan terlalu mengemuka menjadikan banyak terjadi pertumpahan darah demi sebuah jabatan kholifah. Tasawuf mampu datang memberikan visi yang lain, bahwa kekuasaan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah . Dari titik ini Tasawuf menjadi antagonistik terhadap penguasa yang ada. Kedua, Penguasa yang penganut Mu’tazilah dimana hampir segala sesuatu dilihat dari sudut pandang rasional kembali berhadap hadapan dengan paradigma berfikir tasawuf yang selalu berangkat dari hati. Dua poin tersebut ditambah dengan kepopuleran sekaligus kontroversi pemikiran al Hallaj yang membuatnya berhadap hadapan dengan penguasa Abbasiyah. Banyak pendukungnya yang berada di kalangan sufi, masyarakat umum bahkan orang dalam istana. Hal ini menjadikan pihak penguasa semakin tidak simpatik bahkan cenderung membenci al Hallaj dan pemikiran pemikirannya.

E. Pelajaran penting bagi umat Islam
Meskipun keberadaan tasawuf dalam Islam masih sering jadi persoalan, khasanah tasawuf adalah bagian dari dinamika umat Islam yang harus diterima keberadaannya. Tasawuf menjadi ekspresi sebagian umat Islam dalam menjalankan agamanya. Pada satu masa tasawuf menjadi sangat populer dan seperti sebuah tren cara beragama, sementara pada saat yang lain mungkin tidak laku. Begitulah dinamika masyarakat menjalankan agamanya. Mengapa demikian? Tentu inilah yang perlu dibaca dan diambil pelajarannya untuk membangun peradaban yang lebih baik di masa yang akan datang. Melihat dinamika peradaban manusia dan fenomena perkembangan tasawuf ditengahnya, terdapat tanda tanda yang dapat dibaca.
Ibnu Kholdun di dalam Muqoddimahnya memberikan sebuah teori pasang surutnya sebuah peradaban. Ia katakan bahwa manusia dipengaruhi dengan watak ashobiyahnya akan membangun peradaban yang maju. Tetapi kemudian akan sampai puncak dan akhirnya akan turun kembali, jatuh dan digantikan peradaban yang lain. Teori ini cukup menggambarkan dan terbuktikan dalam perjalanan peradaban Islam yang dimulai dari bangun dan jatuhnya Daulah Bani Umayah, dilanjutkan dengan Daulah Bani Abbasiyah dan seterusnya. Watak dasar manusia yang mencintai golongannya, ingin berkuasa dan terlena dalam kelebihan harta dan kekuasaan menjadi dasar dari teori ini. Meskipun tidak bertolak belakang, dinamika politik kekuasaan yang berdasarkan semangat ashobiyah ini seringkali menempatkan agama dan nilai moral kemanusiaan berada pada posisi kedua, terkalahkan oleh kepentingan golongan dan kekuasaan. Maka wajar jika yang terjadi kemudian adalah saling menjatuhkan dan membunuh antar sesama muslim bahkan saudara sedarah. Hal semacam ini tentu bertentangan dengan semangat tasawuf yang berangkat dari semangat penyucian diri dari urusan duniawi demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka menjadi sangat sulit menemukan seorang sufi yang menjadi penguasa. Yang sering ditemukan adalah sufi bertentangan dengan pihak penguasa karena ajaran ajarannya yang sering bertentangan dengan sikap dan kebijakan para penguasa.
Pada konteks inilah sesungguhnya Islam telah memberikan panduan yang jelas kepada para pemeluknya untuk menempatkan dunia dan agama pada posisi yang tepat. dalam Q.S. al Qoshshos, ayat 77:
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (القصص : 77(
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Q.S. al Qoshshos : 77) ”

Ini artinya bahwa urusan dunia dan akhirat perlu memiliki keseimbangan. Keduanya ada untuk saling melengkapi dan menyempurnakan. Misi manusia ke muka bumi adalah mengabdi kepada Nya dan memimpin kehidupan di muka bumi ini. Ketidakseimbangan antara keduanya akan menimbulkan kerusakan yang tidak Allah kehendaki. Dalam konteks dialog antara politik kekuasaan dan tasawuf, keduanya harus ada dan saling menjadi penyeimbang. Para politisi dan pengendali kekuasaan harus menjalankan kekuasaannya dengan dilandasi kesucian hati serta selalu memaknai kekuasaannya sebagai amanah dari Allah untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Sementara para sufi juga menjadi tidak bijaksana jika demi menjaga kebersihan hati dan jiwanya harus beruzlah atau mengasingkan diri dari hiruk pikuk keduniaan. Sufisme harus hadir dalam dinamika dunia dan memberinya warna kesucian agar semua yang berjalan di dunia senantiasa dalm bingkai pengabdian kepada Allah SWT.
Selain itu, fenomena sufi yang sering terasing dari umat pada umumnya karena perilakunya yang sering aneh menjadi pelajaran lain. Klaim menyimpang dan sesat yang dialamatkan kepada mereka biasanya muncul karena cara beragama mereka yang sering berbeda dan berlebihan. Seperti disampaikan di muka Rosulullah SAW mengingatkan:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدّ (رواه البخاري)
“Barang siapa membuat buat hal baru berkaitan dengan urusanku, maka dia itu tertolak” (H.R. Bukhari)
Juga Sabda beliau:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّ (رواه مالك)
“Aku tinggalkan ditengah tengah kamu dua perkara yang sekali kali kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi” (H.R. Malik)
Dua pesan Rosulullah SAW tersebut cukup menjadi batasan aktifitas beragama setiap muslim. Ada dua hal dari kedua hadits tersebut, pertama adalah bahwa ketentuan ketentuan yang ada di dalam peninggalan Rosulullah itu sebagai jaminan cara beragama yang benar dan menyelamatkan hidup di dunia dan akhirat, karena itu cukuplah dengan mengikuti keduanya seseorang telah akan mampu mensucikan dirinya dan mendekti Tuhannya. Yang kedua adalah larangan Rosul berkaitan dengan penambahan tata cara menjalankan Islam. Biasanya sufi memiliki langkah langkah sendiri dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dalam batas tertentu yang tidak membahayakan dirinya serta orang lain hingga melakukan sebuah bid’ah , cara cara tersebut masih diperbolehkan. Namun jika ada tambahan sedikit saja, sebagaimana sabda Rosulullah SAW, amalan itu tertolak.
Terakhir, menjalani tasawuf untuk menyempurnakan keislaman seseorang diizinkan dalam Islam dalam batas yang tidak melebihi berbagai ketentuan Rosul. Kisah al Hallaj yang nyleneh cukuplah dinilai dari apa yang tampak ia ucapkan dan lakukan. Karena itu patut disayangkan, kedekatannya kepada Allah telah menjadikannya berperilaku aneh yang kemudian dianggap menyimpang. Wallahu a’lamu bish showab.

DAFTAR PUSTAKA

al Bukhari, Shahih Bukhari, al Maktabah asy Syamilah
Departemen Agama, al Quran dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989
Harun Nasution, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Yayasan Paramadina, tanpa tahun
Henry Corbin, The History of Islamic Philosophy, The Institute of Ismaili Studies, London, tanpa tahun
Ibnu Taimiyah, al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, Maktabah Shubaih, 1958
Imam Malik, al Muwatho’
Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, terjemahan H. Mahbub Djunaidi, Dunia Pustaka Jaya, 1982
Mojdeh Bayat dan Muhammd Ali Jamnia, Negeri Sufi, Lentera Basritama, tanpa tahun
Riyanto, Teori Siklus Peradaban Perspektif Ibnu Kholdun, LPAM, Surabaya, 2004
Said Agil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, Mizan Pustaka 2006
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Kanisius, 1981
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Rajawali Press, Jakarta, 1993
Http://WWW.ICAS indonesia.org
Http://id.wikipedia.org
Http://media.isnet.org

HADITS TENTANG LARANGAN ISBAL

A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang syamil, menjadi pemandu hidup manusia sempurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia menuju tata kehidupan yang baik, damai, menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Dalam salah satu perspektif di dalam Islam terdapat hal hal yang Tsawabit atau tetap. Hal tersebut merupakan hal yang menjadi prinsip pokok dan tidak akan berubah sepanjang masa. Di sisi lain ada pula hal yang bersifat mutaghoyyirot atau dapat berubah. Hal semacam ini adalah termasuk yang bisa berubah sesuai dengan konteks ruang dan waktu pelaksanaan Islam.
Salah satu hal prinsip yang merupakan doktrin utama Islam adalah pengakuan kerosulan Muhammad SAW. Doktrin ini menjadi salah satu sumpah seseorang masuk menganut Islam, sebagaimana bunyi syahadatain: ” أشهد أن لاإله إلا الله و أشهد أن محمد رسول الله ”, yang artinya: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”. Doktrin yang menjadi keyakinan umat Islam ini membawa pada konsekuensi penempatan Rosulullah Muhammad SAW sebagai panutan dan tauladan dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini diyakinkan oleh Allah dalam Q.S. al Ahzab, ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (الأحزاب : 21)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S. al Ahzab : 21)
Berkaitan dengan kewajiban menauladani Rosulullah, beliau juga memberikan sebuah hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Bahwa Rosulullah SAW bersabda: Aku tinggalkan ditengah tengah kamu dua perkara yang membuat kamu tidak akan tersesat selamanya selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi Nya” (H.R. Malik).

Hal yang kemudian menjadi polemik dan menuntut penuntasan yang serius adalah ketika ditemukan sebuah riwayat menyampaikan contoh perilaku rosul dan harus ditaati sebagai sebuah sunnah, tetapi ia seakan akan bertentangan dengan akal sehat manusia, atau dengan kata lain seakan akan tidak masuk akal jika rosul menyampaikan demikian. Salah satu hal contoh polemik dalam konteks ini adalah mengenai hadits tentang larangan isbal.

B. Pengertian Isbal
Isbal dapat diartikan sebagai melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki . Dari sisi bahasa, kata isbal berasal dari masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, yang bermakna “irkhaa-an”, yang artinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul 'Aroby rahimahullah dan selainnya adalah: memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul 'Arob, Ibnul Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339]

Ada banyak hadits yang berbicara tentang larangan isbal ini. Masalah ini jadi polemik karena disatu sisi hadits tentang masalah ini ada dan banyak jumlahnya serta dengan tingkat keshahihan yang diterima, sementara di sisi lain ada argumentasi ‘aqliyah yang mempertanyakan apa sesungguhnya yang ada di balik larangan isbal ini? Mengapa memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki dianggap sebuah kesalahan besar dengan ancaman neraka? Pendapat pertama meyakini ini sebuah perintah syar’i yang cukup ditaati saja. Sementara golongan kedua meyakini terdapat illah (sebab hukum) yang melatarbelakanginya.

C. Hadits hadits tentang larangan isbal
Di antara hadits yang berbicara masalah ini adalah sebagai berikut:
1. Hadits Riwayat al Bukhori
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّار ِ
“Dari Abu Huroiroh r.a., dari Nabi SAW bersabda: “Sesuatu yang berada di bawah mata kaki dari pakaian (sarung) adalah di dalam neraka” (H.R. al Bukhori)

2. Hadits ini dengan sanad yang hampir sama juga diriwayatkan oleh an Nasa’i sebagai berikut:
أَخْبَرَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ وَقَدْ كَانَ يُخْبِرُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Dari Abu Huroiroh r.a., dari Nabi SAW bersabda: “Sesuatu yang berada di bawah mata kaki dari pakaian (sarung) adalah di dalam neraka” (H.R. an Nasa’i)

D. Otentisitas Hadits
Kedua hadits di atas adalah dua di antara sekian hadits yang berbicara tentang isbal. Sesuai dengan ketentuan kesahihan hadits termasuk hadits shahih. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhori dan yang satu oleh Nasa’i, melalui sanad yang terpercaya, mereka adalah Adam bin Abi Iyas, Syu’bah bin al Hajaj bin al Warid, Sa’id bin Abi Sa’id al Kaisani dan Abdurrahman bin Shokhor, dari Abu Hurairah. Dari sisi keadilan dan ketersambungan sanad hadits ini dapat diterima sehingga layak dirujuk menjadi landasan syar’i.


E. Fiqih Hadits
Sebagai hadits yang dinyatakan shahih, maka hadits tentang larangan isbal tersebut harus digunakan sebagai salah satu landasan berpakaian sesuai dengan tata cara Islam. Dalam konteks ini, berpakaian tidak diperkenankan terlalu panjang hingga menutup mata kaki. Jika yang demikian dilakukan maka sesuai dengan bunyi nash tersebut, pelakunya diancam dengan hukuman neraka.
Hadits larangan isbal tersebut dikuatkan oleh hadits lain mengenai perilaku Sahabat Ibnu Umar dalam berpakaian, khususnya mengenai pakaian beliau yang tidak sampai menutupi mata kaki (isbal)
حدثنا أبو بكر قال حدثنا أبو الأحوص عن أبي يعفور قال : رأيت ابن عمر وإن إزاره إلى نصف ساقه أو قريب من نصف ساقه
“Dari Abu Ya’fur berkata: Saya melihat Ibnu Umar, sesungguhnya sarung beliau sampai setengah betis atau dekat dengan setengah betisnya.”
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَنْبَأَنَا شَرِيكٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ حُصَيْنِ بْنِ قَبِيصَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا سُفْيَانَ بْنَ سَهْلٍ لَا تُسْبِلْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُسْبِلِينَ

“Dari Mughirah bin Syu’bah berkata: Rosulullah SAW bersabda: “Wahai Sufyan bin Sahl, janganlah kamu isbal, karena sesunguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang isbal”. (H.R. Ibnu Majah)

Beberapa hadits tersebut cukup meyakinkan bahwa riwayat ini benar benar otentik dari Rosulullah SAW. Persoalannya kemudian, keotentikan hadits ini mengalami perbedaan perbedaan pendapat. Di antaranya mempertanykan, apa sesungguhnya yang ada di balik larangan keras Rosulullah dalam isbal? Biasanya ancaman berat muncul pada masalah yang berkaitan dengan masalah aqidah, mengapa ini muncul pada masalah pakaian? Benarkah Rosul memberikan ancaman nerakan pada pelaku isbal tanpa ada alasan lain yang lebih dari sekedar pakaian saja? Kiranya berbagai pertanyaan tersebut menjadi polemik yang panjang dengan argumentasi yang bermacam macam.
1. Yang mewajibkan untuk menjauhi isbal (mengharamkan isbal) secara mutlak. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa hadits ini sudah cukup jelas sebagai sebuah landasan syari’ah untuk diamalkan. Hadits tersebut bersifat mutlak, artinya isbal itu sesuai lafadz hadits haram hukumnya tanpa alasan apapun. Sehingga dapat tarik kesimpulan bahwa mengenakan pakaian di bawah mata kaki (isbal) diharamkan oleh Islam sebagaimana sabda sabda Rosulullah SAW.
Syaikh Utsaimin menjelaskan bahwa mengisbalkan pakaian ada dua bentuk, pertama adalah menjulurkan pakaian hingga ke tanah dan menyeretnya. Bentuk kedua adalah menurunkan pakaian hingga menutupi mata kaki tanpa berakar pada kesombongan. Jenis yang pertama adalah orang yang mengisbalkan pakaiannya hingga ke tanah disertai dengan kesombongan. Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan bahwa pelakunya menghadapi empat hukuman: Allah tidak bicara dengannya pada hari kiamat, tidak melihatnya (dengan pandangan rahmat), tidak menyucikannya serta mendapat adzab yang pedih . Adapun mereka yang memanjangkan pakaiannya hingga menutupi mata kaki bukan karena kesombongan hukumannya lebih ringan. Dalam hadits Abu Hurairah Nabi hanya menyebutkan satu hukuman saja, yaitu dia akan dihukum (bagian kakinya) dengan dengan api neraka sesuai dengan ukuran pakaian yang turun di bawah mata kaki tersebut, tidak merata seluruh tubuh .
2. Yang membolehkan isbal. Bagi sebagian ulama’ yang lain isbal tidak diharamkan secara mutlak. Pada umumnya hadits dengan ancaman yang berat, seperti akan mendapatkan hukuman masuk neraka selalu berkaitan dengan masalah aqidah. Masalah isbal dikategorikan bukan masalah aqidah, sehingga sebagian ulama’ berpendapat bahwa haramnya isbal tentu memiliki illah tertentu yang perlu diungkap.
Karena alasan kesombongan. Dalam hadits lain, terdapat taqyid terhadap hadits isbal yang telah disebutkan di muka. Taqyid tersebut memberikan gambaran sebuah illah mengapa isbal itu diharamkan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ (رواه البخاري)
“Dari Abdullah bin Umar r.a. berkata : Rosulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat”, Abu Bakar mengeluh: “(Wahai Rosulullah) Sesungguhnya salah satu sisi sarung (pakaian bawah)ku (melorot) turun (melebihi batas mata kaki) kecuali kalau akau (senantiasa) menjaga sarungku dari isbal”. Rosulullah SAW bersabda: “Engkau bukan yang termasuk melakukannya karena sombong. (H.R. Bukhari)

Dikatakan bahwa Abu Bakar pakaiannya melorot hingga menutupi mata kakinya. Karena beliau melakukannya bukan untuk kesombongan, Rosulullah mengatakan bahwa beliau bukan termasuk yang akan diadzab pada hari Kiamat. Dari hadits ini sebagian ulama’ mengatakan bahwa kesombongalah yang menjadi illah hukum isbal. Karena itu siapa saja, sebagaimana Abu Bakar dibolehkan isbal selama tidak dibarengi dengan sikap sombong.
Dalam hadits yang lain lagi juga dijelaskan:
أَوْصَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا تَزْهَدْ فِي الْمَعْرُوفِ وَلَوْ مُنْبَسِطٌ وَجْهُكَ إِلَى أَخِيكَ وَأَنْتَ تُكَلِّمُهُ وَأَفْرِغْ مِنْ دَلْوِكَ فِي إِنَاءِ الْمُسْتَسْقِي وَاتَّزِرْ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنْ الْمَخِيلَةِ وَاللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ
“… Dan kenakanlah pakaian (sarung) kamu sampai setengah betis, jika kamu enggan maka sampai dua mata kaki, dan jauhilah mengisbalkan pakaian, karena sesungguhnya (isbal itu) bagian dari kesombongan, dan Allah tabaroka wata’ala tidak menyukai kesombongan” (H.R. Ahmad)

Menurut hadits di atas dijelaskan bahwa perilaku isbal adalah bagian dari kesombongan. Berdasarkan hadits ini dan hadits serupa, para ulama’ yang berpendapat perlunya diketahui illah dibalik pengharaman isbal menemukan kesombongan sebagai illah. Berbeda dengan hadits sebelumnya, kesombongan dalam kasus Abu Bakar bersifat kesombongan yang tidak selalu melekat dengan perilaku isbal. Artinya orang bisa saja berisbal dengan kesombongan maupun tidak. Dalam hadits ini isbal melekat dengan kesombongan. Karena itu dapat dipahami bahwa setiap perilaku isbal adalah perilaku sombong. Dan kesombongan itulah yang menjadi illah mengapa isbal diharamkan dan pelakunya diancam hukuman yang demikian berat.
Mengapa kesombongan melekat dengan isbal, belum ada jawaban yang kuat dan meyakinkan. Dalam masalah ini, sebagian kalangan berspekulasi bahwa perilaku isbal itu secara urf menjadi simbol kesombongan pada zaman nabi. Orang orang kaya menunjukkan kesombongannya dengan berlebih lebihan dalam berpakaian, termasuk memanjangkan pakaian sampai menutupi mata kaki atau lebih dari itu menyentuh dan diseret di atas tanah. Benar tidaknya spekulasi ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Lepas dari alasan mengapa isbal melekat dengan kesombongan, ulama’ memaknai kesombonganlah yang menjadi illah diharamkannya isbal. Dengan prinsip berfikir demikian, isbal yang tidak dilandasi dengan kesombongan dibolehkan.
Dari perspektif yang lain hadits Umar bin Khothob mengatakan:
ارفع إزارك فإنه أتقى لربك وأنقى لثوبك
“Angkatlah pakaianmu karena hal itu lebih bersih bagi pakaianmu dan engkau lebih bertaqwa pada Rabbmu”. (H.R. Bukhari)

Diluar istilah sombong yang melatarbelakangi pengharaman isbal, ditemukan illah untuk menjaga kebersihan pakaian. Alasan ini dapat diterima secara ‘aqliyah, yaitu masuk akal mengangkat pakaian tidak terlalu ke bawah demi menjaga kebersihan. Tetapi berdasarkan tingkat kekuatan hadits dapat dijadikan sandaran hukum, hal ini bukanlah hadits yang marfu’ (sampai kepada Rasul) serta tidak banyak jalan periwayatannya, sehingga bersihnya pakaian dalam konteks ini lebih bisa diterima sebagai hikmah larangan isbal, sementara taqwa dapat lebih bersifat umum sebagai hasil ketundukan dan ketaatan menjalankan perintah Allah yang dalam konteks ini adalah meninggalkan isbal.
Alasan selain tanpa kesompongan. Di samping temuan mengenai latar belakang kesombongan, muncul pendapat pendapat lain juga, seperti keharaman isbal hanya berlaku untuk pakaian sarung dan isbal hanyalah masalah kecil serta bukan inti agama. Kedua wacana ini tidaklah didasari argumentasi yang kuat. Mengenai keharaman hanya berlaku untuk kain sarung hanya didasarkan pada istilah izar dalam lafadz hadits yang berarti sarung. Persoalan ini adalah persoalan budaya pakaian yang pernah berkembang di zaman nabi dan persoalan alih bahasa dari bahasa Arab ke Indonesia. Meskipun dalam teks hadits tertulis izar (sarung) maksudnya bukanlah demikian karena model pakaian yang diikuti masyarakat Arab adalah model jubah seperti sarung. Sementara masalah bukan inti agama, menurut hemat penulis tidak terlalu tepat didiskusikan dalam konteks ini. Hal ini karena persoalan ini telah berangkat dari teks hadits yang otentik (shahih) dalam periwayatannya.
Berbagai argumen yang mengarah pada pemubahan isbal mendapatkan bantahan balik dari mereka yang mengharamkannya. Dijadikannya hadits tentang Abu Bakar sebagai landasan bolehnya isbal tanpa kesombongan adalah lemah. Hal ini harena Abu Bakar melakukan itu secara tidak sengaja. Ketidaksengajaan Abu Bakar tidak dapat dijadikan pijakan. Alasan tanpa kesombongan juga tidak bisa di jadikan alasan, karena kesombongan itu letaknya di dalam hati, menyengaja mencari cari alasan untuk berisbal bisa menjadi bagian dari kesombongan untuk tidak mau menerima ketentuan Allah ini. Selain itu saat Rosulullah melarang para sahabat berisbal banyak diantara haditsnya yang bersifat mutlak tanpa menyebutkan alasan sombong atau menanyakan kepada para sahabat apakah perilaku isbal di antara mereka itu dilandasi kesombongan atau tidak. Dengan demikian pengharaman isbal dalam hadits tersebut adalah mutlak.
Sementara itu ulama’ yang membolehkan isbal menjawab dengan memahami berbagai hadits tersebut secara menyeluruh. Berbagai hadits yang mutlak dan yang menyertakan taqyid harus dipahami sebagai saling melengkapi informasi perintah dan larangan dari nabi. Munculnya istilah kesombongan tetap perlu menjadi faktor dalam penetapan hukum ini, apalagi dalam beberapa hadits kesombongan dilekatkan dengan isbal.

F. Kesimpulan
Dari uraian singkat mengenai polemik hadits pengharaman isbal di atas dapat diambil beberapa kesimpulan:
Pertama, Ulama’ bersepakat bahwa hadits tentang pengharaman isbal shahih secara sanad, tetapi berselisih dalam menyimpulkan pengharaman isbal adalah mutlak. Kedua, Ulama’ bersepakat bahwa berpakaian disertai kesombongan adalah haram tetapi berselisih dalam menjadikan kesombongan sebagai illah pengharaman isbal. Ketiga, perilaku meninggalkan isbal merupakan pilihan yang lebih baik dan lebih selamat karena memilih meninggalkan isbal lebih menjauhi polemik dan memperoleh hikmah terjaganya kebersihan pakaian. Keempat, berkaitan dengan isbal itu melekat dengan kesombongan memerlukan pendekatan historis sosiologis untuk memahaminya. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai budaya berpakaian pada zaman nabi dan sebelumnya. Wallahu a’lamu bis showab.


DAFTAR PUSTAKA

Http://www.almanhaj.or.id
Ibnu Abi Syaibah, Mushnaf Ibnu Abi Syaibah, al Maktabah Syamilah
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, al Maktabah Syamilah
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, al Maktabah Syamilah
Imam Malik, Al Muwaththo’, al Maktabah Syamilah
Imam Nasa’i, Sunan an Nasa’i, al Maktabah Syamilah
Majelis Tarjih PWM DIY, Materi Musyawarah Tarjih tanggal 9 s.d. 10 Agustus 2008

POLEMIK TENTANG TRINITAS

A. PENDAHULUAN
Di dunia ini dikenal adanya agama samawi (agama langit) dan agama ardhi (agama bumi). Yahudi, Kristen dan Islam sering disebut agama samawi karena ketiga agama tersebut dianggap berasal dari Wahyu Tuhan dan bukan sekedar dari imajinasi manusia. Sementara agama agama yang lain yang berasal dari perenungan manusia semata dikatakan sebagai agama ardhi. Namun demikian, ternyata konsep dasar dari sebagian agama langit tersebut belumlah selesai. Padahal seharusnya sebagai agama yang given oleh Tuhan, pemberiannya tentu sempurna dan tidak menyisakan masalah. Contoh masalah ini ada dalam agama Kristen, konsep ketuhanan yang ada di dalamnya masih diliputi perdebatan yang panjang dan mungkin belum berakhir sampai saat ini. Karenanya Linwood Urban mengatakan bahwa sampai saat ini agama Kristen msih terus memperjelas dasar-dasar filosofinya .
Tulisan singkat dihadapan pembaca ini akan mengulas polemik tentang Trinitas yang ada dalam konsep ketuhanan Kristen, yaitu menyangkut pengertiannya, sejarah ringkasnya, polemik yang terjadi di dalamnya serta pandangan Islam terhadap konsep tersebut.
B. PENGERTIAN TRINITAS
Athanasian Creed (abad VI) mendefinisikan Trinitas sebagai: "The Father is God, the Son is God, and the Holy Ghost is God. And yet there Gods but one God". (Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan. Namun bukan tiga Tuhan melainkan satu Tuhan.) Sementara itu The Orthodox Christianity kemudian mendefinisikan lagi Trinitas sebagai: "The Father is God, the Son is God, and the Holy Spirit is God, and together, not exclusively, the form one God". (Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan, dan bersama-sama, bukan sendiri-sendiri, membentuk satu Tuhan.) Dengan demikian yang dimaksud dengan konsep Trinitas adalah pengakuan terhadap satu Tuhan yang terdiri dari tiga unsur, Bapa, Anak dan Roh Kudus, bukan konsep politeisme yang mengakui ketiganya sebagai Tuhan. Trinitas juga bukan bermakna mengakui ketiganya sebagai unsur yang sekedar saling berkaitan, yang masing-masing memiliki posisi sendiri, Bapa lebih Agung, Anak dibawahnya dan seterusnya. Sekali lagi Trinitas memaknai ketiga oknum Bapa, Anak dan Roh Kudus sebagai satu-kesatuan ketuhanan yang setara dan abadi.
C. SEJARAH SINGKAT TRINITAS
Sesungguhnya, Yesus yang dipandang sebagai Tuhan tersebut tidak pernah mengajarkan konsep ini. Semasa hidupnya, beliau tidak pernah mengajarkan bahwa dirinya adalah anak Tuhan. Beliau berasal dari kalangan Bani Israel yang menganut agama Yahudi. Sementara dalam sejarah agama Yahudi, konsep tentang Tuhan adalah Elohim Ahud (bahasa Ibrani) yang artinya adalah Allah itu Esa . Penyelewengan konsep ini bermula dari keterangan Paulus yang banyak membuat cerita-cerita spekulatif mengenai penyalipan Yesus dan hal-hal lain setelahnya, semacam Yesus hidup kembali, Yesus berada di sisi kanan Tuhan, dan lain lainnya . A.N.Wilson mengatakan: "I had to admit that I found it impossible to believe that a first-century Galilean holy man (Jesus) had at any time of this life believed himself to be the Second Person of the Trinity” (Saya harus mengakui bahwa memang tidak mungkin untuk mempercayai bahwa orang suci dari Galelia abad I (Yesus) pernah sekali saja dalam hidupnya merasa dirinya sebagai oknum kedua dari Trinitas) . Konsep ini juga bukan berasal dari konsep agama Yahudi atau konsep di dalam Kitab Perjanjian Lama. Para ilmuwan Kristen saat ini sepakat bahwa ajaran Trinitas tidak ada dalam Alkitab bahasa Ibrani /Perjanjian Lama . Dalam New Catholic Encyclopedia juga dikatakan bahwa "The doctrine of the Holy Trinity is not taught in the Old Testament" (Ajaran Trinitas tidak pernah diajarkan dalam Perjanjian Lama) .
Lalu dari mana dogma ini muncul? Sebuah pendapat mengatakan bahwa dogma ini berasal dari paham Platonis yang diajarkan oleh Plato (?-347 SM), dan dianut para pemimpin Gereja sejak abad II (Tony Lane, 1984). Edward Gibbon dalam bukunya The Decline and fall of the Roman Empire, hal 388, mengatakan: "Plato consider the divine nature under the thee fold modification: of the first cause, the reason, or Logos; and the soul or spirit of the universe?the Platonic system as three Gods, united with each other by a mysterious and ineffable generation; and the Logos was particularly considered under the more accessible character of the Son of an eternal Father and the Creator and Governor of the world". (Plato menganggap keilahian alami terdiri dari atas tiga bagian: Penyebab awal, Firman (Logos), dan Roh alam semesta? Sistem Platonis sebagai tiga Tuhan, bersatu antara satu dengan lainnya melalui kehidupan yang baka dan misterius; dan Firman (Logos) secara khusus dianggap yang paling tepat sebagai Anak Bapa yang baka dan sebagai pencipta dan penguasa alam semesta) .
Ajaran tiga Tuhan dalam satu ini juga tidak hanya dianut oleh masyarakat Yunani dan Romawi, tetapi juga mereka yang mendiami wilayah Asia Barat, Tengah, Afrika Utara dan pengaruhnya menjalar ke beberapa kawasan lainnya di dunia. Watch Tower and Bible Tract Society of Pennsylvania, 1984, menjelaskan: "Throughout the ancient word, as far back as Babylonia the worship of pagan gods grouped in triplets were common. This practice was also prevalent, before, during, and after Christ in Egypt, Greece and Rome. After the death of the Apostles, such pagan beliefs began to invade Christianity". (Dunia di zaman purbakala, sejak masa kerajaan Babilonia, sudah terbiasa menyembah behala, tiga Tuhan dalam satu. Kebiasaan ini juga banyak ditemukan di Mesir, Yunani dan Romawi, baik sebelum, selama maupun sesudah Yesus. Setelah kematian murid-murid Yesus, kepercayaan penyembah berhala ini kemudian merasuk ke dalam agama Kristen) .
Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep Trinitas yang dianut oleh Kristen saat ini adalah pengaruh dari konsep agama yang sebelumnya tumbuh di masyarakat dan lepas dari ajaran wahyu yang menjadi referensi utama bagi sebuah agama wahyu. Berikut adalah perbandingan beberapa konsep ketuhanan dalam beberapa agama yang pernah ada dan sebagian masih ada .

Yesus Mithra Osiris Baachus Krhisna Budha Zoroaster
Tuhan dalam agama Kristen Tuhan bangsa Persia Anak Tuhan Bangsa Mesir Tuhan bangsa Yunani Tuhan agama Hindu Pendiri Budhisme Pendiri Zoroasterianisme
Lahir dari perawan Mariah Lahir dari seorang perawan Lahir dari perawan Neis (Perawan Dunia) Lahir dari perawan Demeter Lahir dari perawan Dewaki Lahir dari wanita Mayadewa Lahir dari seorang perawan
Lahir tanggal 25 Desember Lahir tanggal 25 Desember Lahir tanggal 27 atau 29 Desember (Plutarchi) Lahir tanggal 25 Desember Lahir dibulan Desember Lahir Bulan Desember Lahir tanggal 25 Desember
Disebut Anak Tuhan Disebut Anak Tuhan Disebut Anak Tuhan Anak Dewa Yupiter Anak Dewa Wisnu Anak Mahasasmita Disebut Anak Tuhan
Punya 12 murid Punya 12 murid ------------ ------------ Punya banyak murid ------------ ---------------
Mesiah yg ditunggu Perantara yang ditunggu Penebus dosa yg ditunggu Penebus dosa Anak dewa Wisnu yg dijanjikan Penebus Dosa Pelita Tuhan yg dijanjikan
Mengajarkan cinta kasih Mengajarkan kedamaian Mengajarkan kedamaian & Cinta kasih Datang u/. membimbing bangsanya Mengajarkan keadilan, kebaikan dan kitab Weda Ajaran cinta kasih dan kitab Tripitaka Ajaran kedamaian & Kitab Zend Avesta
Disalib u/. menebus dosa Disalib Disalib Disalib Disalib, bersemayam disurga dan Nirguna Mati menebus dosa, bersemayam di Nirwana Mati menebus dosa
Bangkit sbg Tuhan setelah dikubur 3 hari Bangkit sbg Tuhan setelah beberapa hari dikubur Hidup kembali setelah mati dua hari tiga malam Bangkit Bangkit dari kematian Bangkit dari kematian Bangkit menjadi Tuhan
Prima Causa dunia Anak Tunggal Tuhan Bayangan Tuhan didunia Alfa & Omega Inkarnasi dari dewa Wisnu 10 Alpha & Omega alam semesta ---------------
Akan datang lagi kedunia Akan datang lagi menjelang akhir dunia Akan datang kedunia lagi Akan datang kedunia lagi Akan datang lagi menjelang akhir dunia Datang lagi kedunia u/. mendirikan kerajaan Dewa Akan datang kedunia lagi
Meramalkan kedatangan Nabi akhir jaman Meramalkan kedatangan seorang penyelamat dunia Meramalkan kedatangan mahkota segala nabi Meramalkan kedatangan seorang yang mulia Meramalkan kedatangan Mamah / Muhammad Meramalkan kedatangan seorang yang paling mulia Meramalkan kedatangan Mohmend di Bekkah

Di dalam Kristen sendiri, konsep Trinitas ini juga merupakan hal baru. Artinya konsep Trinitas ini diakui bukan sejak awal ketika Yesus masih ada atau seketika setelah Yesus tiada. Bapa Gereja dulu pun tidak mempunyai konsepsi yang jelas tentang Trinitas . Pada tahun 57 M Paulus menulis "Tiada ada Allah lain, melainkan Yang Satu Bagi kita hanya ada satu Allah,
Sang Bapa, dan satu Yesus Kristus." Lalu pada tahun 96 M Clement I (Clemens Romanus, 88-97), seorang uskup Roma, menulis "Kristus diutus oleh Tuhan dan para apostel (rasul) diutus oleh Kristus."Selain kedua tulisan tersebut tercatat juga bahwa pada tahun 120 M terdapat Rukun Iman bagi para apostel (Apostles' Creed) mulai dikenal Gereja. Bunyinya adalah: "Saya percaya akan Allah, Sang Bapa Yang Maha Kuasa. " Itu semua menunjukkan bahwa di abad pertama, konsep Trinitas (pengakuan satu Tuhan dalam tiga oknum) belumlah ada. Yang ada adalah pengakuan adanya Tuhan Bapa dan utusannya yang Dia ciptakan. Embrio kelahiran konsep Trinitas diduga adalah pada tahun 150 M dimana seorang Justin Martyr (yang juga dikenal dengan Justinus si Ahli Filsafah, 100-165 M), kelahiran Syikhem Palestina, dengan ajaran Platonisme mulai menginteraksikan pikiran pikirannya dengan ajaran Nasrani. Beliau adalah guru besar Platonisme yang kemudian masuk Kristen tanpa membuang Platonisme . Berangkat dari sinilah Trinitas mulai berkembang.
Pada tahun 200 M Kata "Trinitas" pertama kali digunakan oleh Tertullianus, seorang penulis tarikh gereja. Hal ini kemudian sangat cepat berkembang sehingga pada tahun 260 M Sabellius, guru Nasrani, telah mengajarkan bahwa Sang Bapa, Sang Putera dan Roh Kudus adalah tiga nama untuk Tuhan yang sama . Meskipun berkembang pesat, tentangan terhadap konsep ini juga banyak. Tercatat pada tahun 310 M Lactantius Firmianus, seorang bapa Gereja, menuliskan "Kristus tidak pernah menamakan dirinya Tuhan", juga pada tahun 320 M Eusebius, seorang ahli tarikh Gereja dan uskup Caesarea, menulis "Kristus mengajar kita untuk menamakan bapanya Tuhan yang benar dan untuk beribadat kepadaNya. " Penentangan yang cukup mendapat perhatian berangkat dari pertanyaan Arius, teman Eusebius, ia seorang pemuka gereja yang tampan dan karismatis dari Aleksandria yang memiliki suara lembut dan menawan dan wajah yg sangat melankolis. Sekitar tahun 320 ia melempar sebuah pertanyaan yang tidak dapat diabaikan oleh uskup Aleksander: “Bagaimana mungkin Yesus Kristus menjadi Tuhan dalam cara yang sama dengan Tuhan Bapa?” Dia tidak menerima ajaran Trinitas dan tetap mempercayai Yesus sebagai yang diciptakan . Pandangan ini ditentang oleh bishop Alexander dan uskup Alexandria, yaitu Athanasius. Ia katakan bahwa memandang Kristus sebagai ciptaan sama dengan menyangkal pandangan bahwa iman terhadap dia membawa keselamatan bagi umat manusia . Polemik ini terus berkepanjangan dan membuat Kaisar Konstantin khawatir menjadi perpecahan serius dalam agama Kristen. Maka diselenggarakanlah sebuah konsili pada tahun 325 M yang kemudian terkenal dengan sebutan Konsili Nicea. Konsili tersebut diselenggarakan untuk memutuskan manakah pendapat yang dapat diterima sebagai konsep keyakinan umat Kristen, pendapat Arius atau Athanasius. Konsili tersebut menjadi sangat bersejarah dengan memutuskan Ketuhanan Yesus .
D. POLEMIK TRINITAS
Ketuhanan Yesus dalam satu diri dengan Tuhan Bapa telah menjadi keputusan Nicea. Tetapi konsili yang selesai dengan otoritas Kaisar Konstantin dan dengan proses voting tersebut tidak mampu menyelesaikan polemik mengenai konsep Trinitas. Secara resmi memang Yesus diakui sebagai Tuhan sesuai dengan konsep Trinitas, tetapi konsep ini tetap saja kontroversial dan menyisakan banyak masalah yang bersifat filosofis konseptual. Lebih parahnya lagi, polemik teologis ini tidak dapat dilepaskan dari kepentingan politik perebutan pengaruh antara Gereja Roma di Barat dan Konstantinopel di Timur. Sehingga kemenangan Athanasius di Nicea bukan menjadi akhir dari polemik Trinitas, tetapi justru menjadi titik awal polemik yang lebih besar . Meski demikian, konsep ini diterima sebagai dogma yang harus ditaati. Orang kristen menafsirkan ayat-ayat yang ada di dalam perjanjian baru sebagai doktrin agaman Kristen sebuah kebenaran mutlak yang tidak dapat dibantah. Barang siapa yang percaya pada doktrin tersebut maka ia akan mendapat hadian sorga .
Inti Polemik. Inti polemik dalam konsep Trinitas sesungguhnya adalah perbedaan pandangan mengenai hakekat Tuhan di dalam diri Tuhan Bapa sendiri Yesus dan Roh Kudus. Dalam konsili Nicea diputuskan bahwa ada Satu hakekat Tuhan dengan dengan tiga oknum, yaitu Tuhan Bapa, Anak dan Roh Kudus. Konsep ini, sebagaimana polemik sebelum Nicea tidak selesai dengan keputusan yang politis tersebut. Mereka yang mengakui Yesus bukan Tuhan sebagaimana keputusan Nicea tetap pada pendiriannya dan sebaliknya pemenang Nicea pun meyakini pendapatnya.
Arius yang merupakan anti Trinitas berpandangan pandangan bahwa hanya ada satu Tuhan (tidak mempunyai anak), yang tidak mempunyai asal usul, tanpa keberadaan sebelumnya. Dia membedakan antara Logos yang tetap ada di dalam Tuhan, yang merupakan kekuatan yang kekal dengan Anak atau Logos yang pada akhirnya berinkarnasi. Anak atau Logos terakhir ini diciptakan oleh Bapa yang dalam pandangan Arius berarti bahwa dia diciptakan . Yesus bukan logos dan logos bukan Allah. Yesus bukan Tuhan dalam hakekatnya tetapi diangkat Tuhan ke status Ilahiyah . Dalam hal ini Arius menjelaskan bahwa tidak dapat diterima jika Yesus itu termasuk hakekat Tuhan. Dia adalah makhluk yang diciptakan, karena itu dia bukanlah esensi yang kekal. Dia hanyalah yang terbesar dan pertama di antara ciptaan-ciptaan lainnya dan melalui dialah alam semesta ini diciptakan. Karena itu dia dapat diganti, tetapi dia dipilih Tuhan demi keselamatan umat manusia, dan dia dinamakan anak Tuhan. Dalam pengangkatannya sebagai anak dialah yang disembah oleh manusia .
Sementara itu lawannya dalam polemik ini, Athanasius, mengatakan bahwa Tuhan bapa dan anak sama-sama memiliki sifat atau esensi kekekalan yang sama. Dia menolak untuk meyakini Yesus sebagai "Anak yang diciptakan sebelum yang lain diciptakan" seperti yang dianut Arius. Dia tetap mempertahankan eksistensi kekal dan independen anak. Dalam waktu yang sama dia berpendapat bahwa ketiga hipostases dalam Tuhan jangan dilihat sebagai hal yang sendiri-sendiri, karena jika demikian, bisa bermuara kepada politeisme. Menurut dia, keesaan Tuhan maupun perbedaan-perbedaan dalam keberadaan-Nya paling tepat dinyatakan dengan "keesaan esensi." Ini berarti bahwa anak mempunyai substansi sama dengan substansi Bapa, tetapi juga berarti bahwa keduanya bisa berbeda dalam aspek lain, misalnya dalam personal subsistensinya .
Perbedaan pandangan kedua tokoh ini terus berjalan seiring berjalannya waktu dengan tokoh-tokoh baru pengikut masing-masing. Tampaknya memang belum akan segera berakhir dalam waktu tertentu. Lepas dari kutup konflik dua tokoh tersebut dengan para pendukungnya masing-masing, konsep Trinitas memang menyisakan banyak pertanyaan filosofis. Diantaranya adalah Bagaimana sesungguhnya ketiga unsur dapat menjadi satu hakekat? Apakah pada saat mewujud dalam satu unsur atau oknum oknum yang lain kosong ataukah bagaimana? Pertanyaan lain lagi adalah ketika Yesus yang dipandang sebagai salah satu hakekat Tuhan muncul, apakah dia adalah Tuhan 100% ataukah 50 % dengan 50% lainnya adalah manusia? Pertanyaan ini juga tidak dapat dijawab dengan kata sepakat. Ada pendapat yang mengatakan terjadi kepribadian ganda (split personality) dalam diri Yesus, yaitu setengah pribadi Tuhan dan setengah pribadi manusia (Nestorius, 430). Tetapi pendapat ini ditolak oleh gereja . Pendapat yang dianut mayoritas gereja adalah Yesus adalah Tuhan sepenuhnya sekaligus manusia sepenuhnya. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan ini adalah konsep kesatuan pribadi (unity of personal), bukan inetrseksi ataupun gabungan . Tetapi pandangan ini pun bermasalah dengan adanya sejarah Yesus yang minta tolong saat di salib .
Demikianlah, konsep Trinitas ini tidak selesai dalam perdebatan sejarah dan logika manusia. Banyak kesimpulan baru sebagai antitesa dan sintesa terhadap kesimpulan sebelumnya berangkat dari spekulasi rasional yang tidak memiliki pijakan yang kuat, demikian seterusnya sampai saat ini. Hal ini dibenarkan oleh Dr. Philip H. Ashby dalam buku: “The Conflict of Religion” : “The history of Christianity is a record of constant conflict” (Sejarah Kekristenan adalah suatu catatan pertentangan yang terus menerus). Senada dengan ungkapan Philip, Linwood Urban juga mengatakan bahwa kekristenan adalah agama yang secara berkesinambungan sedang memperjelas dasar-dasar filosofinya . Ini artinya banyak konsep dasar dalam Kristen yang belum selesai.
E. PANDANGAN ISLAM TENTANG TRINITAS
Mengenai Trinitas ini Islam memiliki pandangan yang jelas. Bagi Islam konsep Trinitas adalah keliru. Islam mendasarkan pandangannya pada al Quran yang otentik sebagai wahyu Allah. Allah memberikan konsep ketuhanan dalam Q.S. Al Ihlas ayat 1 s.d. 4:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4(

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (1) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu (2) Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan (3) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia (4)

Konsep ketuhanan dalam Islam sama sekali tidak ada masalah sebagaimana dalam ajaran Kristen. Sehingga Islam dapat dengan mudah memberikan sikap ketika harus merespon Trinitas Kristen. Menurut Islam, Allah itu Esa, tidak beranak atau diperanakkan dan tidak ada yang menyamainya. Allah tidak berada dalam dimensi manusia sehingga Dia lepas dari ruang dan waktu. Secara historis pun tidak pernah ada perdebatan tentang masalah ini.
Dalam melihat Trinitas Kristen Islam melihat telah terjadi penyimpangan ajaran dari apa yang dibawa oleh Yesus. Bagi Islam Yesus adalah manusia biasa yang diutus Allah sebagai pemberi petunjuk, penuntun hidup menuju jalan yang benar. Adapun berbagai kelebihan dan kehebatannya adalah mu’jizat. Mukjizat adalah kekuatan luar biasa yang hanya diberikan Allah kepada para utusan-Nya sebagai sarana untuk meyakinkan umat akan kebenaran yang dibawanya. Dan itupun terjadi atas kehendak Allah, bukan kehendaknya semata. Islam juga meluruskan pandangan Trinitas tersebut sebagiamana Firman Allah dalam Q.S. al Maidah, 116 s.d. 117:

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (116) مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (117)
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?." Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib. (116) Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu (117) ”

Dalam dua ayat tersebut tampak Allah memberikan informasi dalam bentuk pertanyaan kepada Nabi Isa AS. Pertanyaan tersebut untuk menunjukkan bahwa yang dilakukan pengikut Isa adalah salah. Di dalam ayat ini terdapat pertanyaan Allah didepan kaumnya, sebagai celaan dan peringatan keras kepada mereka atas perbuatan mereka yang mengada-ada dan terdapat pula jawaban Isa terhadap pertanyaan mengenai masalah tersebut yang berhubungan dengan dosa besar yang mereka perbuat setelah itu, yaitu doktrin Trinitas .
F. KESIMPULAN
Dari uraian singkat tentang polemik Trinitas di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep mendasar dalam Agama Kristen sampai saat ini masih bermasalah. Ini diakibatkan oleh ajaran Kristen sendiri yang tumbuh berkembang tidak berdasar pada wahyu yang baku, melainkan berevolusi oleh sejarah. Ajaran Kristen seperti sebuah tesa yang disangkal oleh anti tesa dan menjadi sintesa, demikian seterusnya berdasarkan pada spekulasi spekulasi rasional semata. Termasuk pada masalah Trinitas, keputusan penuhanan Yesus yang sangat menyejarah tersebut menjadi polemik dalam perjalanan sejarah berikutnya, sehingga tidak terselesaikan sampai saat ini. Bagi Islam, Trinitas Kristen adalah sebuah kesalahan konsep yang sangat mendasar dan berakibat fatal. Namun yang terjadi kemudian usaha yang sangat kuat dari para pemuka kristen untuk mempertahankan konsep tersebut demi mempertahankan eksistensi Kristen di muka bumi. Wallahua’lamu bish showab.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama, al Quran dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989
Http://www.geocities.com
Http://www.gereja.phpbb24.com
Http://media.isnet.org
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan; kisah pencarian Tuhan yang dilakukan oleh orang orang Yahudi, Kristen dan Islam selama 4000 tahun, Mizan, 2003
Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, BPK Gunung Mulia, jakarta, 2003
Mowo Purwito, Bahan Kuliah MPI UMS tahun 2009
Muslih Abdul Karim, Isa dan al Mahdi di Akhir Zaman, Gema Insani Pres, 2005
Soekmana Soma, Ada Apa dengan Ulama? Pergulatan Antara Dogma, Akal, Kalbu dan Sains, Qultummedia, 2004

Manajemen Organisasi

Skema paling sederhana sebuah gerakan dapat digambarkan seperti segitiga berikut :

TUJUAN








PENGGERAK GERAKAN

Sebuah gerakan yang kuat selalu ditopang oleh banyak tiang, yaitu :
1. Ideologi/nilai dan paradigma berfikir yang disepakati bersama. Ini adalah pikiran-pikiran mendasar tentang Tuhan, manusia, alam, hidup dan kehidupan. Inilah landasan sebuah organisasi membangun tujuannya

2. Sumber daya manusia yang berkualitas. SDM inilah yang dalam bagan berada pada posisi penggerak. SDM diletakkan khusus karena merupakan faktor penentu bagi yang lain. SDM berkualitas adalah SDM yang memiliki kompetensi substantif (aqidah yang lurus, akhlaq mulia, wawasan luas, dst) dan kompetensi metodologis (kemampuan-kemampuan keorganisasian, seperti komunikasi, manajemen kegiatan, dll). SDM harus senantiasa dikembangkan dan dijaga mutunya.

KADERISASI

Ideologi, nilai, politik, ekonomi, sosial, budaya, dll



Input Output



Tujuan, metode, teknik, pelatih (pendidik), alat (media), kurikulum

3. Supra Struktur yang kuat dan mendukung
Supra Struktur ada yang mendefinisikan sebagai konsep nilai yang menjadi landasan adanya gerakan tersebut. Ada juga yang mendefinisikan sebagai berbagai bangunan ideologi negara, keadaan sosial-politik dan ekonomi makro di mana gerakan ini berdiri. Supra struktur yang yang mendukung adalah yang kondusif bagi tumbuh-berkembangnya gerakan yang bersangkutan.

4. Struktur organisasi yang kuat. Struktur organisasi adalah relasi-relasi koordinatif dalam sebuah organisasi. Struktur yang kuat ditandai dengan efektifnya struktur tersebut sebagai mesin gerakan, masing-masing fungsi dapat berjalan optimal, sinergis dalam menuju tujuan gerakan. Struktur yang demikian dapat diperoleh melalui :
a. Perencanaan yang matang
b. Kepemimpinan yang efektif
c. Manajemen yang baik
d. Komunikasi yang terbuka (menumbuhkan kepercayaan, kejujuran, penerimaan, komitmen, loyalitas, dll)
e. Kerjasama tim yang solid

5. Infrastruktur yang lengkap
Infrastruktur adalah perangkat-perangkat (alat-alat) yang secara kongkrit dapat dilihat dan dijadikan acuan. Infrastruktur ini dibuat sesuai dengan tingkat kebutuhan. contohnya :
a. Metodologi gerakan
b. Rumusan sistem kederisasi
c. Rumusan Sistem dakwah
d. Rumusan sistem konsolidasi pimpinan, kader, anggota, simpatisan dan massa
e. Data base organisasi
f. Media komunikasi (media masa, elektronik)
g. Simbol-simbol organisasi (bendera, lambang, lagu, dll)

LANGKAH KONKRIT :
1. Memantapkan orientasi organisasi (tujuan)
2. Lakukan SWOT
3. Buat perencanaan baru
 Struktur organisasi
 Infrastruktur organisasi
 Manajemen SDM
 Manajemen Isu
3. Menjaga konsistensi dengan komitmen, evaluasi dan kepemimpinan yang kuat

Ideologi Gerakan Muhammadiyah

Pengertian
• Secara leksikal, ideologi (ideology): ideo dan logy atau idea dan logos.
Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup
• Cara berpikir seseorang atau suatu golongan;
• Paham, teori dan tujuan yang berpadu merupakan satu program sosial politik.
(KBBI, 1989: 319-320)

Lyman Tower Sargent, (1987: 2)
Ideologi adalah sebuah sistem nilai atau kepercayaan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh beberapa kelompok

M. Djindar Tamimy (Allahuyarham)
• Ajaran atau ilmu pengetahuan yang secara sistematis dan menyeluruh membahas mengenai gagasan, cara-cara, angan-angan (baca: cita-cita–Penulis) atau gambaran dalam pikiran, untuk mendapatkan keyakinan mengenai hidup dan kehidupan yang benar dan tepat;
• Berarti pula keyakinan hidup.

Dalam sebuah ideologi bukan saja terdapat visi, pandangan hidup, model berpikir, tetapi ada strategi dan metode untuk merealisasikannya.

TIGA POIN PENTING
IDEOLOGI GERAKAN MUHAMMADIYAH:
Pertama, pembahasan ideologi/keyakinan hidup mencakup 3 bidang yaitu:
• Pandangan hidup;
• Tujuan hidup;
• Ajaran dan cara yang dipergunakan untuk melaksanakan pandangan hidup dalam mencapai tujuan hidup tersebut.
Kedua, ideologi/keyakinan hidup Muhammadiyah adalah berdasarkan dan bersumberkan ajaran-ajaran Islam.
Ketiga, ideologi/keyakinan hidup adalah hasil ciptaan (akal pikiran) manusia, yang pada dasarnya merupakan prinsip-prinsip yang mempunyai sifat tetap/tidak mudah berubah; sedangkan ajaran Islam yang menjadi dasar dan sumber ideologi/keyakinan hidup Muhammadiyah adalah wahyu Allah yang bersifat abadi/tidak berubah-ubah

ENAM DIMENSI IDEOLOGI
GERAKAN MUHAMMADIYAH
(Haedar Nashir, 2001: 72)
• Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan sistem paham dan teori perjuangan yang dilandasi, dijiwai, dan dibingkai serta dimaksudkan untuk mengamalkan Islam dalam seluruh kehidupan umat manusia.
• Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah manhaj (sistem, metode) dakwah Islam untuk mengajak manusia beriman kepada Allah (tu’minuna billah) serta amar ma`ruf nahi munkar.
• Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah sistem dan teori perjuangan Islam untuk tajdid (pembaruan) sehingga selalu terbuka pada kritik dan memiliki agenda perubahan ke arah kemajuan (ishlah).
• Ideologi gerakan Muhammadiyah memiliki kerangka pemikiran dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan pemikiran-pemikiran formal lainnya dalam Sistem Keyakinan dan Hidup Islami dalam Muhammadiyah.
• Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan teori dan strategi perjuangan Islam yang menyeluruh dan mencakup seluruh aspek kehidupan untuk mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
• Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan tali pengikat gerakan yang diwujudkan dalam sistem organisasi, jama`ah, kepemimpinan, dan gerakan amal usaha untuk menjadikan Islam sebagai rahmatan lil`alamin di muka bumi ini.

KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH
BISMILLAHIRROHMANNIRROHIIM

1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan Dakwah amar ma'ruf nahi mungkar, beraqidah Islam dan bersum¬ber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wata'a¬la, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

2. Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup Muhammad saw., sebagai hidayat dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejah¬teraan materiil dan spirituil duniawi dan ukhra¬wi.

3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasar¬kan :
a. Al-Qur'an : Kitab Allah yang diwahyukan kepada NabiMuhammad saw.
b. Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh nabi Muhammad saw dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.

4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-¬ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang :
a. Aqidah b. Akhlak c. Ibadah d. Mu'amalat duniawiyat.

4.1. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya aqidah Islam yang murni bersih dari gejala-¬gejala kemusyrikan, bid'ah dan khurafat tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
4.2. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-¬nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al Glur'an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
4.3. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rosulullah saw. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
4.4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah swt.

5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan Bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah, berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila, untuk beru¬saha bersama-sama menjadikannya suatu negara adil dan makmur diridlai Allah SWT : BALDATUN THOYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR.



KEPRIBADIAN MUHAMADIYAH

I. Apakah Muhammadiyah itu
Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud geraknya ialah Dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar yang ditujukan kepada dua bidang : perseorangan dan masyarakat.

Dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar pada bidang yang pertama terbagi kepada dua golongan :
a. Kepada yang telah Islam bersifat pemaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-¬ajaran Islam yang asli-murni.
b. dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.

Adapun da'wah dan amar ma'ruf nahi munkar kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan.

Kesemuanya itu dilaksanakan bersama dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan mengharap keridhoan Allah semata-mata. Dengan melaksanakan da'wah dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang se¬suai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subahanahu Wata'ala.

II. Dasar amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah.
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata'ala, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, yaitu :
1. Hidup manusia harus berdasarkan Tauhid, ibadah dan taat kepada Allah
2. Hidup manusia harus bermasyarakat
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat
4. menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada manusia
5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad SAW
6. Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi

III. Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah.
Menilik dasar prinsip tersebut di atas maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara perjua¬ngan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya harus berpedoman : “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasulnya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah SWT.”

IV. Sifat Muhanmadiyah
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kese¬jahteraan
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Isla¬miyah
3. Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, pera¬turan serta dasar dan falsafat negara yang sah
6. Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang diridlai Allah.
10. Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana

Proposal Pembaharuan Muhammadiyah

MUQODDIMAH
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang didirikan Kyai Haji Ahmad Dahlan tahun 1330 H atau bertepatan dengan 1912 M. Pada saat itu masyarakat muslim di Indonesia masih hidup dalam alam tradisional di semua sektor kehidupan. Paling tidak ada dua hal yang dapat menjelaskan kehidupan umat Islam masa itu, pertama, Islam dipahami sebagai agama ritual yang memberikan keselamatan dunia akhirat. Ajaran-ajaran Islam diamalkan oleh umat tanpa menyentuh persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan yang berkembang saat itu. Meskipun di sana sini banyak berdiri pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, tetapi pengembangan keilmuan Islam hanya berputar-putar pada persoalan-persoalan ilmu itu sendiri, yang kebanyakan adalah ilmu kebahasaan (nahwu, shorof), fiqh ibadah dan masalah-masalah keimanan yang tidak menyentuh problem aktual keummatan. Kedua, adalah kenyataan tentang ketertingalan umat Islam dalam bidang sosial, politik dan ekonomi yang menjadikan umat Islam sebagai umat pinggiran yang tidak menentukan.
Di tengah masyarakat seperti itulah Muhammadiyah didirikan dengan tujuan untuk mewujudkan kehidupan Islam yang sebenar-benarnya, dengan kata lain ingin menjadikan nilai-nilai ajaran Islam yang menyeluruh dan sangat ideal mewujud dalam kehidupan nyata dalam bentuk masyarakat yang adil, makmur dan diridhoi Allah SWT. Muhammadiyah ingin menjadikan kehidupan Islam tidak berputar sekedar pada masalah fiqih ibadah, nahwu shorof, dll tetapi juga masuk ke dalam persoalan keduniaan yang lebih luas untuk menciptakan kehidupan umat yang lebih berdaya dan maju. Umat Islam tidak boleh hanya menerima keadaan menjadi golongan kelas miskin dan bodoh, selalu diatur dan diperdaya, ditindas dan dijajah, selalu anti dengan segala yang datang dari non muslim (kafir) dan selalu sangat percaya diri dengan ke-tradisionalannya. Impian Muhammadiyah adalah adalah umat Islam yang cerdas, berfikir maju, dan punya tanggung jawab memimpin peradaban ini, menjadikannya umat yang bertauhid dan menjadikan kehidupan yang adil makmur dan penuh kebaikan serta mendapat ridho dari Allah.
Dan benar, pada awal berdirinya Muhammadiyah benar-benar mampu mengusung perubahan tersebut. Ide-ide yang dibawa Muhammadiyah mampu memberikan penyegaran kehidupan umat melawan kebodohan dan kemiskinan, menentang penindasan dan ketidakadilan. Muhammadiyah berada di garis depan umat, membimbing dan memberdayakan umat menuju kehidupan yang lebih mencerahkan.

PROBLEMATIKA MUHAMMADIYAH
Perjalanan Muhammadiyah, jika dihitung sejak pendiriannya, telah memasuki usia hampir satu abad. Dalam masa yang panjang tersebut Muhammadiyah melewati dinamika sejarah yang panjang dan berliku. Saat ini Muhammadiyah dihadapkan pada problem masyarakat yang jauh lebih kompleks daripada saat berdirinya dahulu dan menuntutnya mampu memberikan jalan-jalan terang dan cerah seperti dahulu untuk menyelesaikan masalah-masalah keumatan aktual sehingga cita-cita masyarakat Islam dan ideal sebagaimana yang diimpikan Muhammadiyah dapat segera terwujud di masa dekat.
Namun tampaknya Muhammadiyah saat ini belum seperti yang diinginkan. Pada saat orang membutuhkan ide-ide cerdas dan kerja-kerja keras menyelesaikan berbagai problem keummatan, Muhammadiyah justru menampakkan tanda-tanda kemandegan, stagnan dan tidak lagi peka terhadap perkembangan persoalan. Sangat banyak masalah keuammatan yang tidak direspon Muhammadiyah. Kalaupun berusaha merespon, hasilnya pun masih sangat jauh dari yang diharapkan. Persoalan KKN, kemiskinan, kebodohan, kekerasan, penjualan manusia, kriminalitas, ketatasusilaan, lingkungan, budaya pop, dll masih lekat dengan kehidupan umat muslim di negeri ini. Belum lagi adanya fenomena akhir-akhir ini di Muhammadiyah yang justru menunjukkan bukti tentang mandegnya gerakan ini, seperti pergesekan antara pemikiran liberal dan fundamental (sering disebut juga literal) yang tidak terselesaikan dengan bijaksana, juga ketakutan yang berlebih terhadap PKS serta beberapa yang lain. Muhammadiyah seakan mundur dari apa yang pernah dilakukannya.
Berangkat dari persoalan inilah dibutuhkan ide-ide baru yang jernih dan cerdas untuk mengurai benang kusut problem gerakan Muhammadiyah dan menjadikannya berdaya menghadapi zaman yang sedang dilanda berbagai kemungkaran. Ada problem yang bersifat internal (datang dari dalam) dan ada pula problem yang bersifat eksternal (tantangan dan ancaman dari luar). Kedua macam persoalan tersebut kami paparkan sebagai berikut :
Problem internal
a. Muhammadiyah mengalami kegamangan konsep. Setiap gerakan atau kelompok sosial manapun dapat dilihat memiliki dua sisi, pertama adalah konsep nilai, yaitu serangkaian keyakinan dan kepercayaan yang menjadikan dirinya mau bergerak dan melakukan aktifitas. Nilai ini pula yang dijadikan dasar dalam merumuskan cita-cita perjuangan, tujuan gerakan dan menjadi bingkai dalam setiap gerak langkahnya. Kedua adalah konsep gerakan itu sendiri. Konsep gerakan adalah strategi dan cara yang dipilih karena alasan-alasan tertentu untuk melakukan kerja-kerja mencapai cita-cita perjuangan.
Nah, pada konteks ini Muhammadiyah tampak memiliki masalah yang cukup serius. Fenomena tidak selesainya diskursus Islam liberal dan Islam fundamental secara bijak ditambah gejala PKS phobia dalam diri Muhammadiyah cukup memberikan gambaran adanya kegamangan pada diri para pimpinan dan warga Muhammadiyah tentang dua hal tersebut, ketidakjelasan konsep nilai dan kebingungan konsep gerakan.
Memang tidak banyak literatur karya tokoh-tokoh Muhammadiyah yang secara khusus berisi prinsip-prinsip gerakan serta faham agama Muhammadiyah. Referensi tentang itu paling banter dapat ditemukan di beberapa keputusan Muktamar, seperti Muqoddimah AD Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, MKCH Muhammadiyah dan Khiththoh-khththoh perjuangan Muhammadiyah. Itu pun sangat terbatas penjelasannya dan kurang masif sosialisasinya.
b. Kaderisasi Muhammadiyah kurang kesungguhan. Tidak ada yang mengingkari bahwa kaderisasi adalah salah satu yang terpenting untuk menjaga eksistensi gerakan, termasuk Muhammadiyah. Kaderisasi dapat dimaknai sebagai proses transfer konsep nilai dan konsep gerakan kepada orang-orang yang menjadi penggerak dan calon penggerak. Kaderisasi juga dapat dimaknai sebagai peningkatan kualitas SDM (capacity building) para penggeraknya. Dengan melakukan penanaman konsep nilai dan konsep gerakan sebuah kelompok mengharapkan munculnya banyak orang yang akan melangsungkan gerakan tersebut dan cita-cita perjuangannya akan berusaha dicapai. Sedangkan meningkatkan kualitas SDM akan dapat meningkatkan peranannya membangun dan melayani masyarakat. Seperti itulah proses kaderisasi berjalan
Bagi Muhammadiyah, teori ini pun berlaku. Untuk melakukan kaderisasi, para penggerak Muhammadiyah tentu harus memahami konsep nilai yang ingin diperjuangkan Muhammadiyah dan konsep bagaimana memperjuangkan nilai-nilai tersebut dalam rangka mencapai tujuan gerakan. Selain itu Muhammadiyah juga perlu terus meningkatkan berbagai kemampuan serta keahlian di berbagai bidang untuk sebanyak-banyaknya memberikan santunan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk melakukan ini, sesungguhnya Muhammadiyah memiliki potensi yang sangat besar. Muhammadiyah memiliki sekian banyak kesempatan untuk melakukan pendidikan kader demi kepentingan dakwah Islamnya. Paling tidak sudah ada perangkat-perangkat di dalam Muhammadiyah yang mendukung proses itu diselenggarakan secara optimal, di antaranya :
 Adanya keluarga-keluarga Muhammadiyah
• Adanya kantong-kantong komunitas Muhammadiyah
• Banyaknya tokoh yang masih lurus berjuang dengan bingkai gerakan Muhammadiyah
• Muhammadiyah memiliki amal usaha pendidikan yang sangat banyak di semua level
• Muhammadiyah memiliki potensi dana yang sangat besar
• Muhammadiyah memiliki 7 organisasi otonom yang aktif
• Dan mungkin masih ada yang lain.
Sekian macam potensi tersebut tentu lebih dari cukup untuk mendidik kader-kader dakwah Muhammadiyah yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya. Tetapi faktanya hal itu belum banyak memberikan hasil yang menggembirakan. Salah satu sebab yang menurut saya menjadi sebab utama adalah tidak adanya kesungguhan dari pimpinan Muhammadiyah untuk mendidik para kadernya. Ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk memberikan penilaian ini, pertama, tidak ada perencanaan tentang kuantitas kader untuk memenuhi kebutuhan amal pelayanan masyarakat dilembaga-lembaga yang telah didirikan Muhammadiyah, apalagi untuk kebutuhan amal usaha lain yang belum ada dan belum dijamah Muhammadiyah. Ini belum masalah kualitas yang dibutuhkan untuk setiap macam amal pelayanan masyarakat tersebut. Tentu itu lebih jauh lagi. Kedua, mengenai program-program perkaderan yang telah ada, semuanya berjalan sekedarnya saja. Darul Arqom dan Baitul Arqom dikerjakan seakan hanya untuk menggugurkan program kerja dan kemudian pun sudah merasa cukup berhasil jika para alumni pelatihan tersebut telah memenuhi struktur pimpinan di periode berikutnya. Ketiga, Lembaga-lembaga pendidikan kader yang telah ada seringkali dapat bertahan hidup bukan karena suport Muhammadiyah secara institusional, melainkan karena kerja keras dan kreatifitas orang-orang yang mau “mengorbankan dirinya” untuk kepentingan lembaga tersebut. Hubungan dengan persyarikatan Muhammadiyah terbatas pada hal-hal yang sifatnya administratif belaka. Ketiga indikator tersebut belum menjelaskan tentang berapa kali ortom dan kader dibincangkan dalam rapat-rapat rutin pimpinan Muhammadiyah. Termasuk juga berapa jumlah anggaran yang dialokasikan untuk perkaderan dan ortom-ortom Muhammadiyah. Bagaimana jika anggaran itu dibandingkan dengan anggaran permusyawaratan, pengajian akbar, dll?
c. Pengorganisasian Muhammadiyah sangat birokratis. Jika diperhatikan struktur Muhammadiyah hampir sama persis dengan struktur negara. Mulai dari pimpinan pusat, wilayah, daerah s.d. ranting. Maka ada yang menyebut Muhammadiyah dengan sebutan Negara Muhammadiyah. Perkembangan modernisasi telah membuat Muhammadiyah mengorganisir dirinya layaknya organisasi modern, administratif dan birokratis. Meskipun sebenarnya administrasi dan birokrasi Muhammadiyah tersebut dimaksudkan untuk mempermudah dan menertibkan manajemen organisasi tetapi secara faktual saat ini birokrasi Muhammadiyah justru mengurangi kalau tidak menghilangkan substansi gerakannya. Akibatnya adalah gerakan menjadi tidak peka, tidak lincah dan tidak menjawab tantangan zaman. Berbagai isu aktual sering terlambat disikapi kalau malah tidak bersikap sama sekali.
d. Dakwah Muhammadiyah seperti tidak terencana. Sering ada pertanyaan sederhanya yang menggelitik kader Muhammadiyah. “Setelah hampir satu abad berjuang mewujudkan masyarakat Islam sebenar-benarnya, ranting mana sih di Indonesia ini yang sudah benar-benar menjadi masyarakat Islam sebenar-benarnya seperti yang diimpikan Muhammadiyah?.” Sulit dijawab, ranting mana yang sudah benar-benar Islam seperti maunya Muhammadiyah. Sesungguhnya ilustrasi ini memiliki makna tersirat yang sangat dalam. Tidak terjawabnya pertanyaan tersebut menunjukkan kurang jelasnya perencanaan dakwah yang dilakukan Muhammadiyah. Di alam yang dekat dengan aktifitas kita sehari-hari, kita pun mungkin dapat melihat, bagaimana tidak terorganisirnya amal usaha yang satu dengan yang lain. Selain tidak banyak yang bekerjasama, kadang-kadang malah ber-konflik kepentingan bahkan bermusuhan.
e. Strategi pembiayaan Muhammadiyah tidak tertata. Saat ini setiap amal usaha Muhammadiyah, setiap tingkat pimpinan Muhammadiyah dan setiap tingkat pimpinan ortomnya berusaha membiayai aktifitasnya sendiri. Sumbernya pun bermacam-macam. Mulai dari infaq anggota, infaq pimpinan, proposal donatur dan proposal kerjasama, semuanya ada. Bahkan tidak hanya kerjasama lokal dan dalam negeri, yang luar negeri pun banyak dilakukan. Alhamdulillah dengan usaha-usaha itu organisasi bisa berjalan. Permasalahannya kemudian adalah, dengan usaha yang sendiri-sendiri dan sporadis semacam itu, ternyata tidak cukup untuk mengembangkan dakwah Muhammadiyah ke wilayah yang lebih luas. Di satu sisi organisasi berjalan seadanya dan sedapatnya sesuai dengan sumber keuangan yang minimal. Tetapi di sisi yang lain aktifitas organisasi bisa menjadi sangat mewah dan berhambur uang karena kebetulan mendapatkan sumber dana yang besar. Semuanya berjalan sendiri-sendiri dan kemudian macet sendiri-sendiri pula. Karena tuntutan aktifitas dan peran-peran yang mungkin juga masih minimal, karena keterbatasan sumber dana seringkali Muhammadiyah harus berkompromi dengan pendonor tentang misi dana dan misi penggunanya. Di sinilah kemudian terjadi polemik tentang idealisme dan prakmatisme Muhammadiyah. Nah setelah sekian waktu lamanya Muhammadiyah menggunakan model pembiayaan yang seprti itu, Wal hasil... dapat dilihat sekarang.. Muhammadiyah masih berputar-putar pada amal yang itu-itu saja dan begitu-begitu saja... padahal untuk terwujudnya masyarakat Islam sebenar-benarnya di zaman yang sangat ruwet seperti saat ini, dibutuhkan amal-amal yang inovatif dan berkualitas tinggi di semua sektor kehidupan. Dan itu butuh biaya yang super besar. Jika Muhammadiyah tidak segera menata pembiayaan organisasinya, maka jangan kecewa jika Muhammadiyah berhenti berbuat untuk masyarakat.
Problem eksternal
Problem yang datang dari luar Muhammadiyah dapat bersifat tantangan dan ancaman. Dinamika globalisasi meniscayakan adanya pengaruh berbagai perkembangan baru di luar Muhammadiyah ke dalam diri dan jantung gerakan Muhammadiyah, beberapa di antaranya adalah :
a. Kapitalisme global. Kapitalisme adalah nilai, nilai yang memaksa setiap manusia berjuang memenuhi tuntutan hidup dengan mengejar materi. Kapitalisme mengajarkan kebebasan berbuat untuk memperoleh kepuasan diri dengan mengumpulkan kapital sebanyak mungkin. Bagi nilai ini, kebahagiaan dan kesejahteraan manusia diukur dengan kepemilikannya akan kapital. Maka kemudian dinamika kehidupan manusia adalah dinamika persaingan memperebutkan kapital sebagai pemuas hidup dan simbol keberhasilan.
Deskripsi ringkas ini cukup menjelaskan bahwa kapitalisme membawa misi yang tidak selaras sepenuhnya dengan Islam dan cita-cita perjuangan Muhammadiyah. Dalam Islam penumpukan harta diizinkan dengan pembatasan dan aturan tertentu. Perbedaan ini berangkat dari paradigma yang menempatkan kapital dalam posisi yang berbeda. Islam menempatkan kapital hanya sebagai salah satu alat menyempurnakan hidup manusia untuk menjadi hamba dan kholifah yang terbaik, sementara kapitalisme menempatkan kapital sebagai tujuan.
Saat ini Kapitalisme dikendalikan oleh kelompok-kelompok kuat di dunia ini yang mampu menggiring bahkan memaksa mayoritas lemah untuk menganutnya. Dan hasilnya pun telah dapat disaksikan bersama, kehidupan manusia menjadi sangat profan demi memenuhi tuntutan materi saja. Orang berebut, menyikut kiri dan kanan bahkan menginjak kawan demi memperoleh harta kekayaan. Fenomena KKN di negeri ini adalah salah satu bukti paling kongkrit cengkraman ideologi kapitalisme. Ini tentu menjadi tantangan dakwah yang maha berat bagi Muhammadiyah sekarang dan di masa yang akan datang.
b. Gerakan-gerakan Ideologis lain. Dalam kurang lebih 7 tahun terakhir sejak reformasi digulirkan di negeri ini, terdapat fenomena menarik, yaitu bangkitnya gerakan-gerakan ideologi, baik kanan maupun kiri, Islam maupun non Islam. Di negeri ini pertarungan ideologi banyak kita temui dalam catatan tahun 50 an. Catatan paling jelas adalah dead lock nya konstituante merumuskan undang-undang dasar karena kubu Islam dan Nasionalis yang tidak menemukan titik kompromi.
Di masa orde baru, rezim membuat kebijakan deideologisasi masyarakat dan kelompok-kelompok gerakan ideologis. Rezim orde baru mewajibkan asas tunggal pancasila untuk semua organisasi yang ada. Salah satu imbas yang diderita Muhammadiyah adalah berubahnya asas Islam menjadi asas Pancasila dan terpaksa berubahnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah karena aturan serupa.
Setelah tahun 1998 orde baru tumbang, tampaknya gerakan-gerakan ideologis yang selama orde baru berkuasa tidak menampakkan diri demi keamanan dan eksistensi gerakannya tiba-tiba bermunculan seperti tumbuhnya jamur di musim hujan. Semua berupaya menunjukkan jatidirinya dan mencari pengikut untuk perjuangannya.
Sementara gerakan lain bermunculan dan merayakan kebebasannya, Muhammadiyah tampaknya punya ekspresi yang berbeda menghadapi reformasi ini. Muhammadiyah yang selama orde baru berkuasa tetap eksis dan bahkan bekerjasama dengan penguasa tampak tidak terlalu meluapkan kegembiraannya, biasa saja. Bahkan Muhammadiyah justru agak mengerutkan keningnya saat melihat banyak kader-kadernya meninggalkan rumah besarnya dan dengan penuh semangat berjuang di banyak gerakan yang baru saja muncul. Muhammadiyah tampak kaget dan seperti tidak berdaya menghadapi fenomena ini. Ini tentu juga tantangan bagi Muhammadiyah untuk mengevaluasi gerakannya jika masih ingin menjadi arus utama gerakan Islam di Indonesia.

MUHAMMADIYAH DALAM POTRET IDEAL
Kita semua menginginkan Muhammadiyah dapat berbuat yang lebih banyak lagi untuk umat di masa kini dan masa yang akan datang. Muhammadiyah pernah menjadi lokomotif umat di masa lalu dan jika di masa yang akan datang ingin kembali mengambil peran itu tentu Muhammadiyah harus banyak melakukan perbaikan dan penataan diri kembali agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman yang jauh berubah dari masa lalu. Berikut adalah potret Muhammadiyah dalam imajinasi idealnya:
a. Fungsi dan Peranan
Muhammadiyah telah menegaskan diri sebagai gerakan Islam dan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada al Quran dan as Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT (MKCH Muhammadiyah; ayat 1).
Sebagai konsekuensi dari cita-cita perjuangannya, Muhammadiyah hendaknya memiliki paling tidak 3 (tiga) fungsi sosial kemasyarakat, yaitu sebagai pendidik, pelayan dan pengayom masyarakat. Sebagai pendidik Muhammadiyah membangun visi individu dan masyarakat tentang hakekat kehidupan manusia sebagai abdi Allah dan kholifah di muka bumi. Tidak hanya itu, Muhammadiyah memberikan pendidikan masyarakat untuk sedapat mungkin menjadi hamba-hamba yang ideal dan kholifah-kholifah yang ideal pula, memberikan visi dan misi hidup yang jelas serta memberikan pemberdayaan kepada mereka. Dengan demikian masyarakat menjadi berilmu dan dapat beramal secara masksimal untuk dirinya dan untuk lingkungannya. Lebih jauh lagi akan tercipta kelompok masyarakat yang cerdas, berilmu dan mandiri. Sebagai pelayan Muhammadiyah menyiapkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat untuk dapat hidup sebagai muslim yang maksimal baik secara pribadi maupun sosial. Muhammadiyah memberikan santunan ruhani, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan lain-lainnya. Pada konteks ini Muhammadiyah melayani masyarakat untuk terwujudnya sebuah kehidupan Islam yang sebenar-benarnya di seluruh bidang kehidupan masyarakat. Dan yang ketiga sebagai pengayom Muhamadiyah dapat menjadi penentram masyarakat. Masyarakat sedang dan akan menghadapi tantangan hidup yang semakin berat. Dan Muhammadiyah dibutuhkan untuk dapat lekat di hati masyarakat, selalu menjadi tempat bertanya dan mencurahkan keluhan mengenai berbagai permasalahan yang sedang mereka hadapi. Jika peran pendidikan dan pelayanan dapat dijalankan oleh Muhammadiyah, maka Muhammadiyah tentu dengan sendirinya akan menjadi tempat masyarakat menyandarkan dirinya.
b. Wilayah Garap
Dalam Matan Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah ayat ke-4 dijelaskan bahwa “Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang aqidah, akhlaq, ibadah dan mu’ammalah duniawiyah”. Sementara itu dalam Kepribadian Muhammadiyah poin ke-tiga disebutkan : “Muhammadiyah berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rosul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang di ridhoi Allah SWT”.
Kedua potongan rumusan ideologi Muhammadiyah yang lahir tahun 60 an tersebut memberikan gambaran bahwa Muhammadiyah bergerak di segenap bidang dan lapangan yang mengarah pada terwujudnya masyarakat Islam sebenar-benarnya. Di ayat 4 MKCH Muhammadiyah, adanya 3 masalah agama yang di sebutkan secara khusus, yaitu aqidah, akhlaq dan ibadah. Ini menunjukkan bahwa masalah aqidah, akhlaq dan ibadah adalah sesuatu yang sangat penting dan mendapat porsi yang besar. Sementara mu’ammalah duniawiyah yang berisi berbagai macam hal tentang pengelolaan dunia dengan segala kompleksitas persoalannya hanya dijadikan satu bagian, yaitu mu’ammalah duniawiyah. Mu’ammalah duniawiyah di sini adalah berbagai hal yang berurusan dengan pengelolaan dunia seisinya. Termasuk di dalamnya adalah bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, seni budaya, politik, dan lain-lainnya. Ini menunjukkan bahwa perhatian Muhammadiyah pada masalah keyakinan, perilaku moral dan sosial serta hubungan dengan Allah dalam peribadatan tidak kalah besar dengan perhatiannya terhadap masalah-masalah keduniaan. Bagaimana Muhammadiyah bergerak di setiap bidang tersebut?
• Bidang Keislaman. Yang dimaksud dalam bidang ke-islaman di sini adalah mengenai aqidah, akhlaq dan ibadah. Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar. Sebagai gerakan yang menklaim sebagai gerakan Islam, tentu Muhammadiyah menempatkan persoalan aqidah sebagai sesuatu yang terpenting. Aqidah adalah masalah konsep dan kepercayaan hidup. Mulai dari konsep inilah arah hidup manusia akan berbeda satu dengan yang lain. Islam mengajarkan hidup yang bertauhid, memberikan orientasi hanya untuk pengabdian kepada Allah. Konsep yang benar tentu akan membawa pada akhlaq dan ibadah yang benar pula.
Dalam konteks sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah mengemban misi sebagai penyampai tauhid kepada umat manusia sebanyak-banyaknya. Muhammadiyah mengajak mentauhidkan Allah dan menentang segala bentuk penyekutuan maupun pengingkaran terhadap-Nya. Sementara mengenai masalah ibadah, Muhammadiyah mengajak untuk menauladani utusan Allah dalam menjalankan ibadah kepada-Nya.
• Bidang Pendidikan. Muhammadiyah menyadari bahwa masyarakat Islam yang sebenar-benarnya akan terwujud ketika masyarakat berkualitas. Untuk menuju masyarakat yang berkualitas memerlukan pendidikan. Muhammadiyah sebagai pendidik dan pelayan masyarakat hendak mewejudkan harapanya tersebut dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat. Pendidikan Muhammadiyah ini memberikan orientasi hidup tauhid yang jelas, kepribadian yang sholih dan keahlian di berbagai bidang keilmuan.
Untuk mewujudkannya Muhammadiyah perlu menyelenggarakan kajian-kajian dan pengajian-pengajian formal dan non formal, pendidikan sekolah TK s.d. perguruan tinggi, kursus-kursus dan lain sebagainya.
• Bidang Kesehatan. Di bidang kesehatan Muhammadiyah mengharapkan terwujudnya masyarakat sehat, yaitu masyarakat yang bebas dari penyakit. Kalaupun terpaksa harus sakit Muhammadiyah memberikan pelayanan kesehatan untuk penyembuhan para penderita sakit. Oleh karena itu yang kemudian harus dilakukan Muhammadiyah adalah memberikan pendidikan hidup sehat kepada masyarakat, menyediakan sarana-sarana untuk terwujudnya hidup sehat dan menyediakan balai-balai kesehatan untuk penyembuhan para penderita sakit.
• Bidang Ekonomi. Dalam bidang ekonomi Muhammadiyah hendak mewujudkan masyarakat yang bebas dari kekurangan dan kemiskinan. Karena kemiskinan dapat membawa pada kekufuran. Kemiskinan biasanya diukur dengan kekurangan harta kekayaan. Karena ketersediaan dan perolehan harta yang sangat kecil akhirnya orang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Kemiskinan muncul karena banyak sebab, di antaranya karena kemalasan, kekurangan ketrampilan, sikap mental rendah diri, keterbatasan akses, serta karena sistem di masyarakat yang tidak adil. Dalam masalah ini Muhammadiyah perlu berusaha untuk memberikan solusi terhadap berbagai sebab munculnya kemiskinan-kemiskinan tersebut.
Contoh usaha tentang masalah ini antara lain, pelatihan AMT, pemberian ketrampilan, membatu mengakses jaringan yang lebih luas, dan jika penyebabnya adalah struktur sosial yang dholim maka Muhammadiyah perlu terlibat dalam membongkar struktur tersebut dan mengkonstruksinya kembali secara lebih baik.
• Bidang Seni Budaya. Megenai masalah seni, Muhammadiyah hendak mewujudkan seni yang mampu mendekatkan diri manusia kepada nilai-nilai ketuhanan dan menjauhkan masyarakat dari seni yang hanya mengedepankan hiburan saja, apalagi yang mengajak kepada kemaksiatan dan kemunkaran. Tentang masalah ini Muhammadiyah perlu memebrikan tawaran seni alternatif dari seni yang secara umum berkembang yang kebanyakan bersifat sangat profan. Demikian pula mengenai masalah budaya. Muhammadiyah menyadari bahwa manusia adalah makhluk budaya, oleh karena itu budaya manusia adalah sesuatu yang perlu dihargai selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan yang diperjuangkan oleh Muhammadiyah. Oleh karena itu Muhammadiyah perlu menjadi kontrol budaya yang berkembang agar budaya ini berrsifat keilahian.
• Bidang Politik. Politik adalah urusan yang berkaitan dengan negara dan kekuasaan. Di kalangan umat Islam, ada dua kutub besar memahami negara dan kekuasaan dalam konteks sebagai ajaran Islam. Pertama, Mereka yang memandang bahwa Islam itu sistem hidup yang kaffah. Karena kekaffahanya itu maka negara menjadi bagian tak terpisahkan dari Islam. Setiap aturan Islam yang terdapat dalam al Quran dan as Sunnah akan sempurna penegakannya jika aturan-aturan tersebut menjadi undang-undang negara. Maka negara menjadi bagian penting dalam mewujudkan Islam yang ideal. Salah satu dalil yang dijadikan landasan pemahaman ini adalah keharusan manusia berhukum dengan hukum Allah, yaitu firman Allah SWT : “faman lam yahkum bimaa anzalallah faulaaika humul kaafiruun”. Artinya: “Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka mereka adalah orang-orang kafir”. (Q.S. al Maidah : 5 : 44). Ayat tersebut dipahami bahwa berhukum dengan hukum Allah harus dilakukan dengan mem-formal-kan hukum-hukum tersebut dalam undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah. Pemahaman ini diperkuat oleh argementasi qoidah Ushuliyah yang berbunyi : “maa laa yatimmul waajibu illaa bihi fa huwa waajibun”. Artinya: “Sesuatu yang tanpanya menjadikan sebuah kewajiban tidak sempurna, maka sesuatu itu ikut menjadi wajib” . Maksudnya, wajibnya berhukum dengan hukum Allah secara sempurna menyebabkan wajibnya memasukkan hukum-hukum nash al Quran dan as Sunnah tersebut ke dalam undang-undang dan peraturan-peraturan negara, dan lebih sempura lagi jika negara tersebut adalah negara yang melandaskan pada Islam secara keseluruhan atau disebut negara Islam. Oleh karena itu, kutub ini mencita-citakan terwujudnya negara Islam secara formal.
Kedua, Mereka yang memandang negara adalah bagian dari persoalan muammalah duniawi. Negara menjadi salah satu jalan untuk menjadikan Islam sebagai nilai yang membingkai seluruh aspek kehidupan manusia. Karena negara hanya menjadi salah satu jalan saja, maka masih ada jalan yang lain yang dapat ditempuh untuk mewujudkan Islam dalam kehidupan manusia. Mereka mengakui bahwa negara dan kekuasan adalah faktor penting dalam mewujudkan kehidupan yang tertib. Negara dan kekuasaan juga dapat menjadi alat yang ampuh untuk menjadi media menanamkan nilai Islam kepada rakyat. Karena daya paksanya negara, maka rakyat tentu dengan mudah dapat digerakkan untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Perbedaannya, kutub ini tidak memutlakkan negara menjadi sarana itu, serta tidak memaknai bahwa kekaffahan Islam itu selalu sempurna dengan formalisasi ajaran ke dalam undang-undang negara. Argumentasi golongan ini adalah: pertama, Adanya realitas keragaman nilai ajaran serta keyakinan dan faham agama di masyarakat baik keragaman sesama agama maupun antar agama. Menyatukan aturan yang sifatnya fiqhiyah (pemahaman ajaran agama) dalam sebuah undang-undang akan melukai sebagaian kalangan yang memiliki pemahaman yang berbeda. Kedua, beragama adalah sebuah penyerahan diri yang utuh dan tulus kepada Allah SWT. Pelaksanaan agama yang didorong oleh tekanan aturan negara akan menjadikan beragama sebagai kewajiban formal saja, lepas dari kepentingan agama yang lebih hakiki. Ketiga, usaha untuk mewujudkan aturan agama ke dalam undang-undang atau bahkan untuk menjadikan negara agama sering beresiko melahirkan sikap dan keputusan yang ambivalen dengan nilai-nilai agama yang luhur dan hakiki karena faktor kepentingan pragmatis. Keempat, Dalam sejarah umat Islam, sejak khulafaaurrasyidin sampai dengan hari ini, memperjuangkan Islam melalui jalur kekuasaan dan negara selalu melahirkan konflik dan perpecahan umat Islam, bahkan tidak jarang harus berdarah-darah.
Dari kedua model yang ada Muhammadiyah dapat memilih model yang kedua. Muhammadiyah tidak memilih menjadikan Islam yang formal dalam sebuah negar, bukan karena itu itu tidak benar, melainkan itu bukan satu-satunya jalan mengislamkan masyarakat atau menurut Muhammadiyah itu bukan jalan yang terbaik. Muhammadiyah memilih terlibat langsung dalam mendidik dan melayani masyarakat melalui berbagai amal usaha di banyak sektor kehidupan. Sementara keterlibatan Muhammadiyah dalam proses politik negara dan kekuasaan dicukupkan dengan mendorong sebagian kader-kadernya untuk terlibat secara individual melalui berbagai jalur politik yang dapat mereka tempuh dan menjadi pilihan terbaiknya. Selama mereka adalah kader-kader yang taat ber-Islam, memiliki kapasitas yang cukup tentu nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang akan mereka perjuangkan untuk negara dan kekuasaan yang ada.
• Dan lain-lainnya. Mengapa dikatakan yang lainnya? Muhammadiyah bergerak di semua bidang dan lapangan muammalah duniawiyah. Dengan demikian segala macam hal yang menyangkut pengelolaan dunia untuk terwujudnya masyarakat Islam sebenarnya, sektor apapun itu, menjadi wilayah garap Muhammadiyah. Di semua sektor tersebut Muhammadiyah hendak menjadikannya senantiasa berjalan dalam bingkai dan jiwa Islam.
c. Strategi gerakan
Sebuah ungkapan mengatakan bahwa : al haqqu bilaa nidhoomin yaghlibuhu al baathilu bi nidhoomin. Sebuah kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan rapi. Dalam Muqoddimah Angaran Dasar Muhammadiyah pokok pikiran ke-6 dijelaskan bahwa “Perjuangan mewujudkan maksud dan tujuan di atas hanya dapat dicapai apabila dilaksanakan dengan cara berorganisasi”. Kedua ungkapan tersebut memberikan penjelasan bahwa mengorganisir kebaikan adalah mutlak. Dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya Muhammadiyah perlu menyiapkan strategi yang handal. Paling tidak ada empat tiang pokok untuk berdiri tegaknya sebuah gerakan, yaitu SDM yang kuat, finansial yang cukup, media komunikasi yang masif dan organisasi yang efektif. Berikut adalah deskripsi ringkas keempat strategi gerakan Muhammadiyah.
• Strategi pembangunan SDM (Kaderisasi). Semua orang sepakat bahwa SDM adalah aset penting untuk sebuah organisasi. Di banyak perusahaan SDM dikelola secara khusus untuk mendapatkan kualitas yang maksimal. Dalam sebuah gerakan pun demikian. SDM atau sering disebut dengan istilah kader juga memiliki arti sangat penting untuk pengembangan gerakan. Karena kepentingannya tersebut maka pendidikan terhadap kader harus benar-benar diperhatikan.
Pendidikan kader diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan kader baik secara kuantitas maupun kualitas. Persoalan masyarakat sangat kompleks dan membutuhkan orang-orang berkualitas dan banyak untuk menyelesaikannya.
Kualitas yang diinginkan dapat dikategorikan ke dalam dua kompetensi, pertama kompetensi standar dimana setiap kader harus memilikinya, seperti kompetensi personal yang meliputi aqidah yang lurus, akhlaq yang mulia, ibadah yang benar, fisik yang sehat, jiwa yang kuat dan wawasan yang luas. Kedua adalah kompetensi profesional. Setiap manusia dengan sendirinya akan memiliki peran di sebuah sektor kemasyarakatan. Bagi aktifis dakwah, di manapun sektor yang digeluti, di sanalah lahan dakwah untuknya. Oleh karena itu setiap kader harus memiliki kompetensi profesional di bidangnya masing-masing.
Adapun tanggung jawab kaderisasi di Muhammadiyah adalah mengatur agar kualitas kader baik dengan kompetensi standar personal maupun profesional serta penyebarannya ke seluruh sektor sosial dapat semaksimal mungkin terpenuhi.
• Strategi Pembiayaan. Dana adalah salah satu hal terpenting dalam aktifitas sebuah gerakan. Ada beberapa pilihan mendapatkan dana untuk membiayai gerakan. Di antaranya : iuran anggota, infaq anggota, donatur tetap, donatur temporer, kerjasama program, dll. Semua pilihan tersebut dapat dilaksanakan dengan proporsi masing-masing selama tidak mengganggu kepentingan gerakan. Yang terpenting adalah kebutuhan pembiayaan gerakan dapat terpenuhi dengan tetap menjaga idealisme dan jati diri gerakan.
Sekedar gambaran bahwa selama ini gerakan Islam selalu merasa sulit mendapatkan pembiayaan yang cukup. Karena kesulitanya seringkali kemudian mengambil jalan pintas mengorbankan idealisme dengan mengambil proyek-proyek besar dari organisasi-organisasi donor. Meskipun tidak semuanya buruk menuntut mengalahkan idealisme, usaha itu kemudian melupakan usaha-usaha yang bersifat konfensional yang berasal dari partisipasi anggota dan kader sendiri. Pada konteks ini, sesungguhnya terdapat potensi dana yang sangat besar dari internal masyarakat sendiri yang masih belum terolah dengan baik. Islam mengajarkan zakat, infaq dan sodaqoh. Jika ketiga amalan tersebut dapat di atur dengan profesional, maka akan terkumpul dana yang demikian besar untuk membangun masyarakat dan pada saat yang sama membiayai gerak perjuangan gerakan.
• Strategi Media. Setiap orang, kelompok maupun organisasi akan dinilai dan diperlakukan orang lain atau organisasi lain berdasarkan informasi yang diterima oleh para penilai itu. Jika informasi yang mereka terima positif tentu akan positif pula nilainya, demikian juga sebaliknya.
Media adalah salah satu cara yang terbukti efektif untuk membangun citra dan memberikan informasi kepada masyarakat umum secara masif. Oleh karena itu media memiliki peran penting bagi sebuah gerakan untuk mendidik masyarakat, membangun citra dirinya sendiri dan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan dengan cara menyebarluaskan informasi yang memang layak disebarluaskan.
Media yang dimaksud sangat beragam macamnya. Pertama, media yang bersifat tidak langsung dan searah, seperti stiker, spanduk, buletin, majalah, surat kabar, dll. Kedua, media yang bersifat langsung dan interaktif, seperti pengajian akbar, bedah buku, diskusi, dll. Semua model media tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang unik. Dan masing-masing harus dimanfaatkan sesuai dengan konteksnya masing-masing.
• Strategi Manajemen gerakan. Sering kita merasakan, sudah beraktifitas sangat banyak dan melelahkan tetapi hasilnya belum seberapa. Perubahan yang diinginkan seakan belum bergeser dari keadaan semula. Lalu apa yang sesungguhnya telah kita lakukan? Jika ilustrasi ini benar terjadi, ini menunjukkan bahwa berbagai aktifitas tersebut tidak efektif. Kenyataan yang kita hadapi sekarang adalah adanya tumpukan persoalan yang sangat besar dan kompleks sementara energi yang tersedia dari diri kita sangat terbatas. Jika energi kita yang sudah sedikit itu tidak digunakan secara baik dan sinergi bersama orang lain, dapat dipastikan hanya kesia-siaan yang kita lakukan.
Manajemen gerakan dakwah Muhammadiyah, idealnya adalah manajemen gerakan yang berorientasi pada mengefektifkan organisasi untuk menjadikan Muhammadiyah lincah dan cepat tangap terhadap berbagai perkembangan yang sangat cepat dan bermacam-macam. Hal itu dapat dimulai dengan membangun kesatuan visi dan orientasi gerakan serta mensinergikan ketiga pilar di atas (kaderisasi, pembiayaan dan media) untuk kemudian mengaktualkan gerakannya di seluruh sektor kehidupan masyarakat.

MENUJU MUHAMMADIYAH YANG BARU
Kita semua telah menyadari bahwa gerakan Muhammadiyah ini dibelit berbagai persoalan yang cukup serius. Ibarat bangunan rumah, Muhammadiyah adalah rumah tua yang sangat besar. Hampir di setiap bagian bangunannya terlihat keretakan dan kerapuhan. Dengan kesadaran yang jernih, perubahan demi perubahan ke arah perbaikan harus segera dilakukan, agar rumah tua Muhammadiyah ini tidak roboh oleh waktu atau gempa bumi. Perbaikan yang perlu dilakukan harus berpijak pada konsep strategi gerakan Muhammadiyah sendiri. Muhammadiyah dalam perspektif tulisan ini harus ditopang oleh empat hal mendasar, yaitu: SDM, dana, media dan organisasi efektif. Perubahan yang hendak dilakukan pun bertumpu pada keempat hal tersebut. Bagaimana menyiapkan keempatnya? Tentu tidak serta merta dapat terwujud. Sebuah teori mengatakan, persoalan yang super kompleks tidak dapat diselesaikan dengan sederhana. Masing-masing bidang mendasar tersebut harus dibangun secara terencana dan bertahap.
Bidang perbaikan
a. Perbaikan pengembangan SDM (Kaderisasi). Pengembangan SDM atau kaderisasi adalah proses pendidikan. Pendidikan yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai sebuah proses pendidikan yang baik pula. Berikut adalah contoh bagan sebuah proses pendidikan:




Dari bagan tersebut terdapat unsur-unsur pendidikan berupa, tujuan dan target pendidikan, pendidik, metode, materi, kurikulum, lingkungan, alat dan kegiatan pendidikan. Untuk menciptakan proses pendidikan yang baik maka setiap unsur pendidikan tersebut harus disiapkan secara baik. Perlu diperhatikan juga dimensi supra struktur pendidikan yang meliputi ideologi masyarakat/negara, politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan, dll.
b. Perbaikan urusan pembiayaan gerakan. Pada konteks ini, yang harus disiapkan adalah usaha menciptakan sistem yang menjamin ketersediaan biaya pergerakan dakwah Muhammadiyah. Dan kedua adalah biaya untuk melakukan perubahan itu sendiri atau biaya untuk menciptakan sistem itu sendiri. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
• Untuk kepentingan pembiayaan Muhammadiyah mendatang:
- Mengoptimalkan iuran dan infaq anggota
- Memulai program-program baru yang bersifat permanen, berupa pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh umat Islam. Program ini akan dapat menjadi penopang pembiayaan amal usaha Muhammadiyah sekaligus memberikan peran terhadap pemberdayaan masyarakat.
- Memulai mendirikan amal usaha ekonomi.
• Untuk kepentingan perubahan yang hendak dijalankan:
- Mengoptimalkan iuran dan infaq anggota
- Memasukkan program-program perubahan ini ke dalam program-program Muhammadiyah dan ortom serta amal usahanya, sehingga biaya yang keluar dalam program-program ini dibebankan kepada Muhammadiyah saat ini.
c. Perbaikan urusan Media Muhammadiyah
Sebagaimana disebutkan di muka bahwa media memiliki dua fungsi, yaitu fungsi informasi dan pendidikan dan kedua fungsi pencitraan. Untuk kepentingan informasi dan pendidikan, yang perlu untuk disampaikan adalah nilai-nilai keyakinan, faham agama, prinsip-prinsip perjuangan dan hal-hal semisal itu. Sementara untuk kepentingan pencitraan lebih banyak menekankan pada frekuensi tampilnya Muhammadiyah ke ruang-ruang publik. Untuk bidang ini sesungguhnya tidak terlalu terikat oleh waktu. Usaha untuk memediakan Muhammadiyah melalui berbagai jalan dapat ditempuh segera dan untuk jangkauan yang seluas-luasnya. Sebuah catatan juga bahwa media yang digunakan tidak selalu media yang dibuat sendiri oleh Muhammadiyah seperti majalah suara Muhammadiyah atau majalah Tabligh, dll tetapi usaha ini pun dapat memanfaatkan berbagai media umum yang berkembang, seperti KR, Republika, Kompas, dll. Hal ini berlaku juga untuk model-model media lain yang berbentuk stiker, spanduk, dll.
d. Perbaikan Manajemen gerakan
Mengubah pola dan manajemen gerakan bukan perkara Mudah. Pola dan perilaku kolektif Muhammadiyah baik secara kultural maupun struktural telah terbentuk selama bertahun-tahun. Untuk melakukan petubahan ini perlu perencanaan yang matang, sosialisasi dan memberikan contoh.


Perencanaan Waktu perbaikan
Mengubah sesuatu yang besar dan banyak bukan sesuatu yang mudah dan cepat. Dibutuhkan proses yang tidak sebentar. Namun demikian harus segera dimulai dan dijalankan sejak sekarang. Langkah-langkah yang hendak ditempuh perlu dibagi ke dalam dua tahap, yaitu untuk jangka pendek dan untuk jangka panjang.
a. Jangka Pendek
Untuk jangka pendek, langkah dimaksudkan untuk menjaga agar keadaan tidak menjadi semakin memburuk. Paling tidak ada dua target yang ingin diraih, yaitu :
• Menjaga semangat bermuhammadiyah bagi anggota dan kader Muhammadiyah
• Memaksimalkan potensi yang ada untuk semaksimal mungkin berbuat untuk masyarakat
Untuk meraih dua target tersebut ada beberapa langkah yang dilakukan :
• Menciptakan “musuh bersama” yang itu dapat berbentuk nilai-nilai ajaran atau berbentuk kelompok atau golongan. Musuh bersama dibuat bukan untuk membuat friksi sesama umat Islam ataupun perpecahan-perpecahan. Bagaimana pun setiap kebaikan baik yang khoir maupun yang ma’ruf pasti berlawanan dengan yang namanya kemunkaran dan kedholiman yang bentuknya bisa bermacam-macam. Setiap kedholiman, ketidakma’rufan adalah musuh abadi bagi perjuangan Islam. Siapapun yang melakukannya, muslim atau kafir, dalam maupun luar negeri, atau siapapun juga akan dijadikan musuh bagi dakwah Islam. Dengan kata lain program ini adalah meneguhkan kembali komitmen Muhammadiyah ke publik untuk menegakkan Islam setinggi-tingginya dan menghapuskan setiap kemungkaran dimanapun, kapanpun dan dalam bentuk apapun.
• Membangun pemahaman ke publik tentang Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan dakwah dengan segenap landasan filosofis dan ideologisnya yang kuat. Kalau sekarang bermunculan ideologi-ideologi baru, gerakan-gerakan baru dan kelompok-kelompok baru, tentu Muhammadiyah dapat berdiri sejajar dengan mereka atau mungkin lebih tinggi mengingat pengalamannya yang jauh lebih tua. Mengenai apa sesungguhnya yang filosofis dan ideologis, yang itu autentik dan essensial dari dakwah Muhammadiyah, kiranya itulah yang perlu diungkapkan oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah saat ini dengan bahasa dan komunikasi yang baik dan dapat diterima masyarakat luas. Pasti ada alasan-alasan yang mendasar kenapa kemudian nilai dan strategi gerakan Muhammadiyah masih merasa relevan dengan zaman saat ini dan mendatang.
• Perlu juga dibuat opini publik yang masif tentang Muhammadiyah memiliki sejarah besar dalam membangun bangsa dan umat Islam di Indonesia dan sampai saat ini masih relevan untuk menjadi pilihan jalan dakwah bagi umat Islam di Indonesia. Merupakan sebuah kenyataan bahwa Muhammadiyah telah berusia hampir satu abad. Muhammadiyah pernah berdakwah di era penjajahan, orde lama, orde baru dan orde reformasi. Muhammadiyah pernah mempelopori berdirinya sekolah modern di Indonesia, pemahaman agama yang puritan, dll. Tidak salah kalau fakta-fakta tersebut diungkapkan kepada angkatan muda Muhammadiyah saat ini sebagai penyemangat dakwahnya dan ke masyarakan umum sebagai penarik simpatinya.
• Meningkatkan kapasitas setiap amal usaha dan pelayanan terhadap masyarakat semaksimal mungkin. Saat ini amal usama Muhammadiyah tersebar luas di seantero nusantara ini. Tentu ini sesuatu yang membuat kita bersyukur. Jika sementara ini pelayanan yang diberikan oleh setiap amal usaha Muhammadiyah belum maksimal, maka itu perlu segera ditingkatkan baik kuantitas dan kualitasnya. Sehingga masyarakat luas benar-benar dapat merasakan keberadaan Muhammadiyah sebagai pelayan umat.
• Untuk menyiapkan mental akan dilakukannya perubahan Muhammadiyah dalam banyak hal yang relatif mendasar, perlu pembentukan opini untuk internal warga dan pimpinan Muhammadiyah bahwa untuk mengembangkan dakwah yang lebih besar dan luas Muhammadiyah harus berani berubah untuk memenuhi tuntutan zaman.
b. Jangka Panjang
Tujuan perubahan jangka panjang ini adalah Muhammadiyah yang diidealkan bersama, yaitu :
• Muhammadiyah mampu memerankan fungsinya sebagaimana yang seharusnya, yaitu : menjadi pengayom umat, pelayan umat dan pendidik umat
• Gerakan Muhammadiyah kembali menjadi arus utama gerakan Islam di Indonesia bahkan berusaha menjangkau dunia internasional karena sebuah keyakinan, bahwa cara Muhammadiyahlah yang relevan dengan tuntutan masa depan.
Sambil melakukan hal-hal yang sifatnya jangka pendek, perlu juga segera langkah-langkah kongkrit untuk impian jangka panjang Muhammadiyah, seperti berikut :
• Menegaskan konsep nilai dan konsep gerakan yang dipahami Muhammadiyah. Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa ketidakjelasan konsep nilai dan konsep gerakan sedang menghinggapi Muhammadiyah. Untuk memulai sebuah pembaharuan, hal ini perlu segera diselesaikan. Kejelasan mengenai masalah ini paling tidak dapat diberikan dalam beberapa hal pokok, misalnya: tentang individualitas dan kejama’ahan Muhammadiyah, tentang otoritas wahyu dan akal, konsep purifikasi Muhammadiyah, konsep politik dan negara menurut Muhammadiyah.
• Menyiapkan perangkat dan melakukan pendidikan kader. Jika dikatakan bahwa kaderisasi adalah pembentukan SDM dengan penanaman nilai dan konsep gerakan, maka perlu segera dirumuskan strategi dan infrastriktur kaderisasi yang dibutuhkan untuk konteks saat ini.
• Perumusan konsep pengorganisasian yang efektif. Pengorganisasian modern adalah pengorganisasian yang tidak terlalu administratif dan birokratis. Pada sisi yang lain, penggolongan kelompok kerja didasarkan kepada bidang-bidang profesi, bukan lagi usia dan jenis kelamin. Perlu adanya perubahan struktur ke arah Muhammadiyah yang berwajah sebagai gerakan dakwah Islam, lincah dan cekatan dalam menjawab persoalan sosial.
• Perencanaan dan memulai pengadaan media masa yang luas. Media memiliki fungsi ganda, sebagai pembentuk citra organisasi dan wacana publik serta sebagai pendidik masyarakat. Perlu adanya media masa Muhammadiyah yang dapat memerankan kedua hal tersebut. Dalam bentuk yang lain media yang dimaksud dapat berupa buku-buku atau tulisan-tulisan lain yang sifatnya untuk publik dan memiliki misi sebagaimana media masa Muhammadiyah.
• Mempersiapkan strategi pembiayaan organisasi. Sesungguhnya potensi ekonomi masyarakat sangat besar, hanya saja disayangkan saat ini potensi tersebut tidak tergarap. Dengan manajemen yang baik, Muhammadiyah dapat mengembangkan potensi ekonomi masyarakat sekaligus membiayai gerakannya.
(Hal-hal mengenai program-program jangka panjang ini, sebagian telah dijelaskan di halaman 19-21 dalam bidang perbaikan)

SIAPA YANG MEMULAI DAN MELAKSANAKAN?

Untuk melaksanakan semua perencanaan tersebut, baik untuk jangka pendek maupun panjang dibutuhkan sekelompok orang militan, di dalam dan di luar struktur Muhammadiyah yang secara terorganisir memulai dan mengendalikan proses pembaharuan. Selain itu, mereka juga mengemban tangung jawab untuk melaksanakan empat hal: terus mengembangkan diri dan memberikan pendidikan kepada diri sendiri dan orang lain, memediakan Islam sebagaimana faham Muhammadiyah baik secara substansi maupun simbol, berlaku sebagai penanngung biaya gerakan dan menjadi bagian dari tim besar gerakan pembaharuan Muhammadiyah yang siap dan taat kepada kebijakan gerakan.
Anak-anak muda Muhammadiyah seperti tersebut di atas sesungguhnya banyak tersebar di dalam struktur Muhammadiyah, ortom dan amal usaha. Menurut penulis, mereka sedang resah dengan keadaan Muhammadiyah ini tetapi tidak mengetahui harus mulai memperbaiki dari mana dan bagaimana caranya. Mereka adalah potensi yang terserak dan menunggu kelompok leader yang akan mengajak dan menggerakkannya.
PENUTUP
Demikianlah sekilas kemelut pikiran tentang nasib Muhammadiyah dalam dinamika masyarakat saat ini dan untuk masa mendatang. Semoga semua yang tertulis di atas adalah keluar dari hati yang jernih untuk kemajuan umat ke depan dan semoga semuanya mendapatkan ridho dari Allah SWT. Dia yang Maha Kuasa, tempat kita sekalian mengadu dan meminta petunjuk. Wallahu a’lamu bis showab.

Mu’allimin Muhammadiyah, 13 Desember 2006; 12.58 WIB